Definisi "Seks" dan Seksualitas
Pada: November 05, 2012
Sejak manusia dilahirkan hingga menjadi manusia dewasa, manusia memiliki dorongan yang dinamakan libido. Libido merupakan dorongan seksual yang sudah ada pada manusia sejak lahir. Libido pada anak berbeda dengan libido pada orang tua.
Kepuasan seks pada anak, pencapaiannya tidak selalu melalui alat kelaminnya, melainkan melalui daerah-daerah lain yaitu mulut dan anus.
Istilah “seks” secara etimologis, berasal dari bahasa Latin “sexus” kemudian diturunkan menjadi bahasa Perancis Kuno “sexe”. Istilah ini merupakan teks bahasa Inggris pertengahan yang bisa dilacak pada periode 1150-1500 M. “Seks” secara leksikal bisa berkedudukan sebagai kata benda (noun), kata sifat (adjective), maupun kata kerja transitif (verb of transitive):
Secara terminologis seks adalah nafsu syahwat, yaitu suatu kekuatan pendorong hidup yang biasanya disebut dengan insting/ naluri yang dimiliki oleh setiap manusia, baik dimiliki laki-laki maupun perempuan yang mempertemukan mereka guna meneruskan kelanjutan keturunan manusia.
Menurut Ali Akbar, bahwa nafsu syahwat ini telah ada sejak manusia lahir dan dia mulai menghayati sewaktu dia menemukan kedua bibirnya dengan puting buah dada ibunya, untuk menyusui karena lapar. Ia menikmati rasa senang yang bukan rasa kenyang. Dan inilah rasa seks pertama yang dialami manusia.
Seksualitas merupakan suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan seks. Dalam pengertian ini, ada 2 aspek (segi) dari seksualitas, yaitu seks dalam arti sempit dan seks dalam arti luas. Seks dalam arti yang sempit berarti kelamin, yang mana dalam pengertian kelamin ini, antara lain:
Segi lain dari seksualitas adalah seks dalam arti yang luas, yaitu segala hal yang terjadi sebagai akibat (konsekwensi) dari adanya perbedaan jenis kelamin, antara lain:
Ada tiga istilah berkaitan dengan seks yang penggunaannya hampir sama dan bahkan kadang tumpang tindih, yakni seks, gender dan “seksualitas”.
Ketiga istilah ini memang memiliki beberapa kesamaan. Kesamaan yang paling menonjol adalah bahwa ketiganya membicarakan mengenai "jenis kelamin".
Perbedaannya adalah; seks lebih ditekankan pada keadaan anatomis manusia yang kemudian memberi "identitas" kepada yang bersangkutan.
Jika seks adalah jenis kelamin fisik, maka gender adalah "jenis kelamin sosial" yang identifikasinya bukan karena secara kodrati sudah given (terberikan), melainkan lebih karena konstruksi sosial. Satpam dan sekretaris adalah dua contoh ekstrem mengenai gender, jenis kelamin sosial akibat dikonstruksi masyarakat.
Seksualitas lebih luas lagi maknanya mencakup tidak hanya seks, tapi bahkan kadang juga gender. Jika seks mendefinisikan jenis kelamin fisik hanya pada "jenis" laki-laki dan perempuan dengan pendekatan anatomis, maka seksualitas berbicara lebih jauh lagi, yakni adanya bentuk-bentuk lain di luar itu, termasuk masalah norma.
Jika seks berorientasi fisik-anatomis dan gender berorientasi sosial, maka seksualitas adalah kompleksitas dari dua jenis orientasi sebelumnya, mulai dari fisik, emosi, sikap, bahkan moral dan norma-norma sosial.
Michel Foucault memberikan pengertian seks keluar dari jalur wacana seksualitas pada umumnya, melainkan pada persoalan metodologis di mana penulis harus memahami bahasa pemikir yang sedang dikaji, sehingga tidak kehilangan makna; dengan demikian orientasi penelitian ini nantinya mengarah kepada pengertian seks dan seksualitas menurut Michel Foucault.
Seks (sexe) menurut Michel Foucault, tidak sebagaimana adanya, bukan wujud real dan tunggal sesuai dengan definisi yang diberikan kepadanya dalam wacana. Seks bukanlah realitas awal dan seksualitas bukanlah hanya dampak sekunder, melainkan sebaliknya, seks dibawahi secara historis oleh seksualitas. Jangan menempatkan seks di sisi realitas dan seksualitas di sisi gagasan kabur dan ilusi.
Seksualitas adalah figur historis yang sangat real, dan seksualitas-lah yang menimbulkan pengertian seks sebagai unsur spekulatif yang perlu bagi cara kerja seksualitas. Michel Foucault kemudian harus mendefinisikan seksualitas dalam hubungannya dengan sejarah: Seksualitas (sexualit): adalah nama yang dapat diberikan pada suatu sistem historis: bukan realitas bawahan yang sulit ditangkap, melainkan jaringan luas di permukaan tempat rangsangan badaniah, intensifikasi kenikmatan, dorongan terbentuknya wacana, pembentukan pengetahuan, pengokohan pengawasan dan tentangan, saling berkait sesuai dengan strategi besar pengetahuan dan kekuasaan".
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Oxford University Press, Oxford Coincise English Dictionary entry “sex”, (Oxford University Press Software, 1993. Ali Akbar, Seksualitas Ditinjau dari Hukum Islam, (Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986). Sarlito Wirawan Sarwono dan Ami Syamsidar, Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Seks, (Rajawali, Jakarta, 1986).
Kepuasan seks pada anak, pencapaiannya tidak selalu melalui alat kelaminnya, melainkan melalui daerah-daerah lain yaitu mulut dan anus.
Istilah “seks” secara etimologis, berasal dari bahasa Latin “sexus” kemudian diturunkan menjadi bahasa Perancis Kuno “sexe”. Istilah ini merupakan teks bahasa Inggris pertengahan yang bisa dilacak pada periode 1150-1500 M. “Seks” secara leksikal bisa berkedudukan sebagai kata benda (noun), kata sifat (adjective), maupun kata kerja transitif (verb of transitive):
Secara terminologis seks adalah nafsu syahwat, yaitu suatu kekuatan pendorong hidup yang biasanya disebut dengan insting/ naluri yang dimiliki oleh setiap manusia, baik dimiliki laki-laki maupun perempuan yang mempertemukan mereka guna meneruskan kelanjutan keturunan manusia.
Menurut Ali Akbar, bahwa nafsu syahwat ini telah ada sejak manusia lahir dan dia mulai menghayati sewaktu dia menemukan kedua bibirnya dengan puting buah dada ibunya, untuk menyusui karena lapar. Ia menikmati rasa senang yang bukan rasa kenyang. Dan inilah rasa seks pertama yang dialami manusia.
Seksualitas merupakan suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan seks. Dalam pengertian ini, ada 2 aspek (segi) dari seksualitas, yaitu seks dalam arti sempit dan seks dalam arti luas. Seks dalam arti yang sempit berarti kelamin, yang mana dalam pengertian kelamin ini, antara lain:
- Alat kelamin itu sendiri
- Anggota tubuh dan ciri badaniyah lainnya yang membedakan antara laki-laki dan perempua
- Kelenjar-kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya lat-alat kelamin
- Hubungan kelamin (sengggama, percumbuan).
Segi lain dari seksualitas adalah seks dalam arti yang luas, yaitu segala hal yang terjadi sebagai akibat (konsekwensi) dari adanya perbedaan jenis kelamin, antara lain:
- Pembedaan tingkah laku; kasar, genit, lembut dan lain-lain.
- Perbedaan atribut; pakaian, nama
- Perbedaan peran dan pekerjaan
- Hubungan antara pria dan wanita; tata krama pergaulan, percintaan, pacaran, perkawinan dan lain-lain.
Ada tiga istilah berkaitan dengan seks yang penggunaannya hampir sama dan bahkan kadang tumpang tindih, yakni seks, gender dan “seksualitas”.
Ketiga istilah ini memang memiliki beberapa kesamaan. Kesamaan yang paling menonjol adalah bahwa ketiganya membicarakan mengenai "jenis kelamin".
Perbedaannya adalah; seks lebih ditekankan pada keadaan anatomis manusia yang kemudian memberi "identitas" kepada yang bersangkutan.
Jika seks adalah jenis kelamin fisik, maka gender adalah "jenis kelamin sosial" yang identifikasinya bukan karena secara kodrati sudah given (terberikan), melainkan lebih karena konstruksi sosial. Satpam dan sekretaris adalah dua contoh ekstrem mengenai gender, jenis kelamin sosial akibat dikonstruksi masyarakat.
Seksualitas lebih luas lagi maknanya mencakup tidak hanya seks, tapi bahkan kadang juga gender. Jika seks mendefinisikan jenis kelamin fisik hanya pada "jenis" laki-laki dan perempuan dengan pendekatan anatomis, maka seksualitas berbicara lebih jauh lagi, yakni adanya bentuk-bentuk lain di luar itu, termasuk masalah norma.
Jika seks berorientasi fisik-anatomis dan gender berorientasi sosial, maka seksualitas adalah kompleksitas dari dua jenis orientasi sebelumnya, mulai dari fisik, emosi, sikap, bahkan moral dan norma-norma sosial.
Michel Foucault memberikan pengertian seks keluar dari jalur wacana seksualitas pada umumnya, melainkan pada persoalan metodologis di mana penulis harus memahami bahasa pemikir yang sedang dikaji, sehingga tidak kehilangan makna; dengan demikian orientasi penelitian ini nantinya mengarah kepada pengertian seks dan seksualitas menurut Michel Foucault.
Seks (sexe) menurut Michel Foucault, tidak sebagaimana adanya, bukan wujud real dan tunggal sesuai dengan definisi yang diberikan kepadanya dalam wacana. Seks bukanlah realitas awal dan seksualitas bukanlah hanya dampak sekunder, melainkan sebaliknya, seks dibawahi secara historis oleh seksualitas. Jangan menempatkan seks di sisi realitas dan seksualitas di sisi gagasan kabur dan ilusi.
Seksualitas adalah figur historis yang sangat real, dan seksualitas-lah yang menimbulkan pengertian seks sebagai unsur spekulatif yang perlu bagi cara kerja seksualitas. Michel Foucault kemudian harus mendefinisikan seksualitas dalam hubungannya dengan sejarah: Seksualitas (sexualit): adalah nama yang dapat diberikan pada suatu sistem historis: bukan realitas bawahan yang sulit ditangkap, melainkan jaringan luas di permukaan tempat rangsangan badaniah, intensifikasi kenikmatan, dorongan terbentuknya wacana, pembentukan pengetahuan, pengokohan pengawasan dan tentangan, saling berkait sesuai dengan strategi besar pengetahuan dan kekuasaan".
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Oxford University Press, Oxford Coincise English Dictionary entry “sex”, (Oxford University Press Software, 1993. Ali Akbar, Seksualitas Ditinjau dari Hukum Islam, (Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986). Sarlito Wirawan Sarwono dan Ami Syamsidar, Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Seks, (Rajawali, Jakarta, 1986).