Konsep Taqiyah menurut Thabathaba’i
Pada: November 11, 2012
Konsep taqiyah menurut Thabathaba’i berbeda dengan konsep taqiyah menurut beberapa ulama. Ada beberapa ayat penting yang dijadikan dalil dalam mengemukakan konsep taqiyah Thabathaba’i. Menurutnya konsep taqiyah ditegaskan dalam surah Ali imran ayat 28 :
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali, dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri(siksa)Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).”
Kata aulia’ dalam ayat tersebut, merupakan jamak dari kata wali (penguasa/ pemimpin) dari suatu wilayah yang mengusai pemerintahan dan berkewajiban melindungi warga dan masyarakat beserta harta mereka. Dan mengambil orang kafir sebagai seorang wali yang mengurusi segala urusan ketatanegaraan dilarang, karena terkait erat dengan kebiasaan-kebiasaan buruk mereka serta akhlak mereka yang kurang dapat dipertanggungjawabkan terutama dalam hal mentasarufkan harta pemerintahan. Oleh sebab itu Allah memberikan penegasan bahwa hanya orang mukminlah yang patut untuk memegang amanat kekuasaan.
Konsep taqiyah menurut Thabathaba’i dalam perspektif ayat tersebut adalah upaya mencari perlindungan karena sangat takut jika ia mengatakan yang sebenarnya mengakibatkan hancurnya agama dan kepercayaannya. Jadi perasaan takut demikian ini yang menjadikannya membuat siasat taqiyah. Dan hal ini dibenarkan oleh agama, karena sesungguhnya agama melihat bahwa perasan takut atau perasan cinta itu merupakan dua persoalan yang ada dalam hati, sehingga tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam hatinya kecuali Allah.
Contoh yang diambil dalam konsep taqiyah menurut Thabathaba’i pada kisah Amar bin Yasir yang ditangkap oleh kaum Musrikin, kemudian mereka menyiksanya. Karena tidak kuat menahan siksaan maka Amar melakukan sebagian dari apa yang dikehendaki oleh kaum kafir. Tindakan demikian ini kemudian dilaporkan kepada Rasulullah, maka ia menanggapi; bagaimana perasanmu? Amar menjawab, hatiku tetap mantap dalam keimanan “Nabi bersabda: Jika mereka kembali menyiksamu, lakukanlah apa yang telah kamu lakukan. Sebagaimana firman Allah dalam Surah an-Nahl ayat 106:
"Barang siapa kafir kepada Allah sesudah ia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang-orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar."
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ali Syari’ati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, (Bandung: Mizan, t.t). Allamah Thabathaba’i, Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an, (Baerut: Dar al-Fikr, tth).