Pengertian Andragogi dalam Pembelajaran
Pada: November 11, 2012
Secara terminologi maupun epistimologi, Istilah andragogi berbeda dengan paedagogi. Andragogi berasal dari bahasa Yunani andr artinya orang dewasa dan agogo artinya memimpin atau membimbing. Maka dengan demikian andragogi dirumuskan sebagai ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar.
Definisi yang ditawarkan Kartini Kartono yang dikutip Asmin bahwa: “andragogi adalah ilmu menuntun/ mendidik manusia; aner, andros: manusia, Agoo: menuntun, mendididk. Atau ilmu membentuk manusia; yaitu membentuk kepribadian seutuhnya, agar ia mandiri di tengah lingkungan sosialnya”.
Oleh karena orang dewasa dipahami sebagai individu yang telah mampu mengarahkan diri sendiri, maka pengertian andragogi dalam pembelajaran menurut penulis, adalah seni dan pengetahuan dalam membelajarkan orang dewasa. Hal ini dimaksudkan bahwa yang terpenting dalam proses ini adalah bukan kegiatan mengajar guru akan tetapi kegiatan belajar siswa.
Hal ini sesuai dengan apa yang dipaparkan oleh Maynard dalam pendidikan liberal sejati, bahwa salah satu cabang pendidikan terpenting adalah pendidikan bagi orang dewasa. Kadang kita terbersit pemikiran bahwa pendidikan adalah sesuatu yang mirip jerawat, campak, atau cacar air. Kita pikir kalau orang sudah pernah dididik di masa kecilnya, lantas ia tak perlu dididik lagi, malah tak bisa dididik lagi. Padahal bila kita cermati, kebanyakan hal penting dalam kehidupan ini hanya bisa dipelajari di usia dewasa. Menurut Maynard:
“Manusia adalah binatang rasional. Mereka mencapai keberadaan tertinggi di atas segala binatang lain lewat penggunaan penalaran. Ini berarti nalar harus terus dipakai seumur hidup. Kalau manusia hanya belajar di masa kecil saja, lalu mandek, berarti mereka hanya menjadi manusia pada masa kecil itu saja.”
Sedangkan pengertian andragogi sebagaimana direkomendasikan UNESCO diterjemahkan sebagai berikut:
“Istilah pendidikan orang dewasa berarti keseluruhan proses yang diorganisasikan, apapun isi, tingkatan dan metodenya, baik formal maupun tidak, yang melanjutkan maupun menggantikan pendidikan semula di sekolah, kolese atau universitas serta latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh masyarakat mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi atau profesionalitasnya dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam persfektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam perkembangan sosial, ekonomi dan budaya yang seimbang dan bebas.”
Ada beberapa batasan yang dipaparkan oleh para pakar tentang dewasa berkaitan dengan andragogi. Berbagai ahli membatasi usia perkembangan individu tidaklah sama, misalnya Erikson membatasi tahap perkembangan seseorang menginjak dewasa dimulai dari umur 18 tahun. Erikson menyebut tahap ini sebagai fase intimacy, generatifity dan integrity. Pada uraian selanjutnya Erikson mengungkapkan:
“Intimacy merupakan fase kekariban yang bentuknya seperti mengungkapkan cita-cita, kepemimpinan, perjuangan, dan persaingan. Generatifity merupakan fase siap untuk berketurunan, ia mampu untuk berkeluarga, mampu mengurus suami atau istri dan anak-anaknya. Integrity, merupakan fase keutuhan kapribadian, ia telah mampu menerima dirinya dan orang lain serta berkejiwaan stabil dalam menghadapi peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.”
Erikson juga mengamati beberapa segi perkembangan kepribadian yang mengembangkan model pentahapan perkembangan tanpa menunjukkan batas umur yang jelas atau tegas, namun menunjukkan komponen yang menonjol pada setiap fase perkembangan
Sementara itu Witherington mengobservasi penonjolan aspek perkembngan psikofisik yang selaras dengan jenjang praktik pendidikan, ia membagi tahap yang lamanya masing-masing tiga tahun perkembangan individu sampai menjelang dewasa.
Pada orang dewasa telah ada penetapan sendiri atas tanggung jawab sendiri, jadi kedewasaan itu mempunyai bentuk dan wujud. Selain itu orang dewasa telah benar-benar mengetahui siapa dirinya dan apa yang diperbuat, jadi kedewasaan mempunyai arti kesusilaan juga. Padanya telah terdapat keselarasan (harmoni) antara jasmani dan rohaninya. Kepribadiannya, baik psikis maupun morel, telah menjadi stabil (tetap). Sementara itu Covey mendefinisikan kedewasaan sebagai: “keseimbangan antara courage (keberanian) dan cosideration (pertimbangan)”. Definisi seperti ini banyak mengkafer dimensi psikologis dan sosiologis dari kedewasaan. Sementara dimensi spiritual dapat dilihat dari kepekaan atau sensitifitasnya terhadap segala macam kesalahan.
Uraian konsep manusia seutuhnya itu secara mendasar, yaitu: keutuhan potensi subyek manusia sebagai subyek yang berkembang, yang mencakup: potensi jasmaniah, pikir, rasa, karsa, cipta, karya serta potensi budi–nurani.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Zainuddin Arif, Andragogi, (Bandung, Angkasa 1986). Asmin, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, edisi 034 Januari, (Jakarta, Balitbang Dikdasmen Ditjen Irjen, 2002). Paulo Freire dkk., Menggugat Pendidikan, Cet III, Alih bahasa: Omi Intan Naomi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001). A.G. Lunandi, Pendidikan Orang Dewasa, (Jakarta, Gramedia, 1987). H. Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik (Dasar-Dasar Ilmu Mendidik), (Jakarta, PT. Rinreka Cipta, 1997). Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2002). M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung, PT. Rosdakarya offset). Andrias Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar, (Jakarta, KOMPAS, 2000)