Biografi Ibnu Qutaibah
Pada: December 31, 2012
Nama lengkap Ibnu Qutaibah adalah ‘Abdullah bin Muslim bin Qutaibah al-Dainuri al-Marwazi. Kuniyahnya adalah Abu Muhammad. Ia dinisbatkan pada al-Dainuri, yaitu suatu daerah di mana ia pernah menjadi hakim di sana. Sebagian ulama berpendapat, Ibnu Qutaibah juga dinisbatkan pada al-Marwazi yang merupakan tempat kelahiran ayahnya.
Dalam beberapa literatur, ia terkadang dikenal dengan sebutan al-Qutba atau al-Qutaibah yang merupakan bentuk tashghir (memiliki arti kecil) dari kata Qutbah dan bentuk tunggal dari kata aqtab yang mempunyai arti jeroan binatang ternak. Tidak diketahui dengan jelas mengapa ia dinisbatkan pada kata tersebut.
Ibnu Qutaibah dilahirkan pada tahun 213 H/ 828 M di Baghdad, dan ada yang mengatakan di Kufah. Pada masa itu Baghdad merupakan ibu kota negara yang berada di dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon. Jadi dapat dikatakan bahwa pusat pemerintahan dinasti Abbasyiah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Sejak saat itu Baghdad tidak pernah sepi dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kemunculan ulama, sehingga kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Ibnu Qutaibah untuk menyerap ilmu dari beberapa ulama setempat.
Tidak puas dengan apa yang didapatkan di Bahgdad, Ibnu Qutaibah pun mulai gemar melakukan perlawatan dari satu daerah ke daerah yang lain untuk memperoleh ilmu, sebagaimana yang dilakukan para ulama pada waktu itu. Ia mengunjungi Bashrah, Makkah, Naisabur dan tempat-tempat lain untuk belajar berbagai macam disiplin ilmu dari para ulama yang ada di sana. Ibnu Qutaibah belajar hadis pada Ishaq bin Rahawaih, Abu Ishaq Ibrahim bin Sulaiman al-Ziyadi, Muhammad bin Ziyad bin ‘Ubaidillah al-Ziyadi, Ziyad bin Yahya al-Hassani, Abu Hatim al-Sijistani dan para ulama yang semasa dengan mereka.
Selain mempelajari ilmu-ilmu agama, Ibnu Qutaibah juga haus akan pengetahuan yang berkembang pesat pada waktu itu. Semangatnya yang tinggi dalam mencari ilmu semakin membara ketika menyaksikan berbagai macam pemikiran yang meracuni sebagian besar umat Islam, sehingga pada akhirnya Ibnu Qutaibah tumbuh berkembang menjadi seorang ulama yang berwawasan luas, kritis terhadap permasalahan-permasalahan sosial dan mampu mewarnai corak pemikiran keilmuan yang berkembang pada saat itu. Ibnu Qutaibah juga mampu memberikan solusi terhadap problem keagamaan khususnya permasalahan yang sedang diperdebatkan oleh ulama Kalam, dengan uraian yang ilmiah dan bisa diterima oleh berbagai kalangan, yang sebelumnya memperbincang-kan sekitar permasalahan tersebut masih dianggap tabu oleh sebagian ulama Salaf khususnya golongan Ahl al-Sunnah.
Selain itu, Ibnu Qutaibah juga mampu menempatkan dirinya sejajar dengan tokoh-tokoh ensiklopedik besar, sehingga tidak heran jika Ibnu Qutaibah menjadi rujukan bagi Ibnu Atsir dalam mengupas lafazh-lafazh hadis yang janggal dan sulit dipahami dalam karyanya al-Nihayah fi Ghorib al-Hadits dan ulama lain dalam permasalahan yang sama.
Dalam bidang fikih, Ibnu Qutaibah senantiasa berada di barisan madzhab-madzhab ulama yang teguh memegang sunnah yang berkembang pada waktu itu, meskipun secara pribadi dia mengikuti madzhab Imam Ahmad dan Imam Ishaq.
Ibnu Qutaibah adalah salah seorang ulama yang gemar menulis. Hasil karyanya tidak kurang dari 300 buah. Ibnu Qutaibah banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama hadits maupun ulama lainnya. Bahkan penduduk kota Maghrib memberikan penghargaan yang tinggi kepadanya seraya mengatakan,
“Barang siapa sengaja menentang Ibnu Qutaibah maka dicurigai sebagai seorang zindiq (atheis).” Mereka juga mengelu-elukan Ibnu Qutaibah dengan mengatakan, “Setiap rumah yang tidak terdapat karya Ibnu Qutaibah, maka tidak ada kebaikan di dalamnya.”
Di antara karya-karya Ibnu Qutaibah dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan adalah: (1) Al-Ibil, (2) Adab al-Qadli, (3) Adab al-Katib, (4) Al-Isytiqaq, (5) Al-Asyribah, (6) Ishlah al-Ghalath, (7) I’rab al-Qur'an, (8) A’lam al-Nubuwwah, (9) Al-Alfazh al-Muqribah bi al-Alqab al-Mu’ribah, (10) AlImamah wa al-Siyasah, (11) Al-Anwa', (12) Al-Taswiyah bain al-‘Arab wa al‘Ajam, (13) Jami’ al-Nahwi, (14) Al-Ru'ya, (15) Al-Rajul wa al-Manzil, (16) Al-Rad ala al-Syu’ubiyah, (17) Al-Rad ‘ala Man Yaqulu bi Khalq al-Qur'an, (18) Al-Syi’ru wa al-Syu’ara, (19) Al-Shiyam, (20) Thabaqat al-Syu’ara, (21) Al-Arab wa ‘Ulumuha, (22) ‘Uyun al-Akhbar, (23) Gharib al-Hadits, (24) Gharib al-Qur'an, (25) Al-Faras, (26) Fadllu al-‘Arab ‘ala al-Ajam, (27) Al-Fiqh, (28) Al-Qira'at, (29) Al-Masa'il wa al-Ajwibah, (30) Al-Musytabih min al-Hadits wa al-Qur'an, (31) Musykil al-Hadits, (32) Al-Ma’arif, (33) Ma’ani al-Syir, (34) Al-Nabat, (35) Al-Hajwu, dan karya-karya yang lain.
Seluruh hasil karya tersebut Ibnu Qutaibah ajarkan di kota kelahirannya, Baghdad. Di antara para muridnya yang mampu menyerap pengetahuan yang diajarkan oleh Ibnu Qutaibah adalah anaknya sendiri, Abu Ja’far bin Abdillah yang pernah menjabat sebagai Qadli di Mesir sekitar tahun 320 H.
Pada usia 63 tahun bulan Rajab tahun 276 H/889 M Ibnu Qutaibah dipanggil oleh Allah swt. Seluruh dipergunakan untuk mengembangkan pemikiran keislaman serta memajukan bidang pendidikan dan kebudayaan. Tetapi perhatian yang lebih besar ditujukan untuk membela sunnah dan ulama ahli hadits di hadapan musuh-musuh Islam.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Abd al-Qadir Ahmad Atha, Muqaddimah al-Thab ’ah al-Ula, dalam Abdullah bin Muslim bin Qutaibah, Ta'wil Mukhtalif al-Hadits, (Muassasah al-Kutub al-Tsaqafiah, Beirut, 1988). Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995). Muhammad Abd al-Rahim, Al-Muqaddimah, dalam Abdullah bin Muslim bin Qutaibah, Ta'wil Mukhtalif al-Hadits, (Dar al-Fikr, Beirut, 1995). Muhammad Abu Zahw, Al-Hadits Wa al-Muhadditsun, (Dar al-Fikr, Beirut, t.th). Joesoef Sou'yb, Sejarah Daulat Abbasiah II, (Bulan Bintang, Jakarta, t.th.).