Konsep Tazkiyat al-Nafs (Penyucian Diri)
Pada: December 12, 2012
Tazkiyat al-Nafs menurut bahasan artinya pembersihan jiwa, penyucian diri. Menurut Sa'id Hawwa kata Tazkiyat al-Nafs secara harfiah memiliki dua makna yaitu Tathhir dan al-Namy atau al-Islah. Tazkiyat al-Nafs dalam pengertian pertama berarti menumbuhkan dan memperbaiki jiwa dengan sifat-sifat terpuji. Dengan demikian, arti dari tazkiyat al-nafs tidak saja terbatas pada pembersihan jiwa tentang yang meliputi pembinaan dan pengembangan jiwa.
Kata Yuzakkihim dalam surat al-Jumu’ah ayat kedua, diartikan oleh Imam as-Shobuny sebagai penyucian diri dari najis, kotoran, kekafiran dan dosa. Sedangkan Fakhruddin al-Razy mengartikan sebagai menjadikan mereka orang yang shalih serta mengajak mereka untuk mengikuti apa-apa yang mereka dengannya akan menjadi suci dan bertakwa.
Penyucian diri adalah suatu upaya untuk menghilangkan atau melenyapkan segala kotoran dan najis yang terdapat dalam diri seseorang secara ruhaniyah. Obyek yang disucikan adalah bekasan pengingkaran dan kedurhakaan yang melekat pada jiwa, qalb, akal, fikiran, inderawi dan fisik, sehingga "cahaya ketuhanan" tidak dapat memancarkan sinarnya atau cahaya itu kembali ke hadirat Allah swt., karena tempat itu berlabuh telah penuh sesak dengan noda-noda hitam, beraroma tidak sedap dan sangat kotor. Kotoran dan najis inilah yang membuat eksistensi fitrah seorang manusia terbelenggu di dalamnya, sehingga jiwa, qalb, akan fikiran, inderawi dan fisik menjadi sakit dan tidak dapat menjalankan fungsi-fungsi fitrahnya yang hakiki.
Al-Ghazali menjelaskan obat penyakit jiwa dan cara perbaikannya yaitu dengan obat dan cara yang ditempuh ilmu syariat (agama) di samping obat dan cara yang ditempuh ilmu akal. Akan tetapi pada dasarnya ilmu akal itu hanya berfungsi sebagai makanan bagi jiwa, sedangkan fungsi obat yang sebenarnya bagi jiwa hanmya ada pada ilmu syariat. Diantara bentuk pengobatan dari ilmu syariat adalah ibadah dan akhlak yang disusun oleh para Nabi Allah untuk pengobatan dan perbaikan jiwa.
Penyakit ini adalah penyakit yang tidak tampak kotoran dan najisnya, tetapi hanya tampak pada penampilan dan perilaku. Penyakit ini adalah puncaknya penyakit kejiwaan, yaitu penyakit yang diakibatkan karena sikap musyrik, munafik, kafir, fasik dan zalim kepada Allah swt. dan terapinya sangatlah berat karena ada kaitannya dengan Qudrat dan Iradat Allah.
Nafs yang dipandang mampu melakukan penyucian, adalah Nafsu yang memiliki sifat-sifat hewani dan bernama al-Nafs al-Amarah atas jiwa yang selalu menyuruh pada kejahatan. Nafs ini biasanya mempunyai kecenderungan pada kejahatan serta menyuruh kita berbuat jahat. Apabila jiwa ini disucikan dan mulai menjauhi kejahatan, maka ia mulai mencoba (dan dengan demikian memperbaiki) dirinya sendiri. Kemudian ia disebut an-nafs al-lawwamah atau jiwa yang mencela.
Manakala jiwa ini benar-benar sudah disucikan dan mencapai kebahagiaan atau cinta Allah, maka iapun mengembangkan fakultas dan kemampuannya untuk membuat baik dan benar, dan bukan lagi menjadi smber kejahatan. Ia kemudian akan melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah dan nafs ini kemudian menjadi sumber yang darinya mengalir sumua kebaikan dan pikiran baik.
Sesungguhnya Tazkiyat al-Nafs adalah metode agama dalam pembinaan jiwa dan pendidikan akhlak manusia karena pokok-pokok ajarannya berdasarkan atas al-Quran dan hadis. Sesungguhpun demikian, metode ini adalah juga metode tasawuf dalam pembinaan jiwa dan pendidikan akhlak. Tazkiyat sebagai metode Allah bagi manusia diletakkan atas dasar kodrat, kemampuan naluri, fitrah dan kenyataan historisnya. Maksudnya adalah pelaksanaan dan keberhasilan metode ini menekankan usaha manusia itu sendiri di dalam mengembangkan potensi juta yang di dalamnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
A. F. Jaelani, Penyucian Jiwa dan Kesehatan Mental, (Amzah, Jakarta, 2001). Sa'id Hawwa, al-Mustakhlash fi Tazkiyat al-Anfus, (Dar al-Salam, Mesir, 1984). Imam Nawawi, al-Adzkar, Terj. M. Tarsi Alwi, (Al-Ma'arif, Bandung, 1984). Muh. Ali as-Sabuniy, Shofwat al-Tafâsir, Jilid IV, Dar al-Fikr, Beirut, Libanon, t.th). M. Hamdani Bakran adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Fajar Pustaka, Yogyakarta, 2002). Mir Valiuddin, Zikir dan Konemplasi dalam Tasawuf, (Pustaka Hidayah, Bandung, 2000).