Pengertian Perzinahan (hubungan di luar nikah)
Pada: December 14, 2012
Kata perzinaaan berasal dari kata dasar zina yang berarti; 1) Perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh tali perkawinan (pernikahan). 2) Perbuatan bersenggama antara seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.
Sedangkan menurut Purwadarminta, zina merupakan perbuatan bersetubuh yang tidak sah, seperti besundal, bermukah dan bergendak. Istilah zina merupakan istilah serapan yang diambil dari bahasa Arab.
Penyerapan istilah dari bahasa asing ini dimaksudkan bahwa kata zina terlalu banyak sinonimnya di dalam istilah bahasa Indonesia, bermukah dan bergendak. Secara umum pun, pemakaian kata zina untuk menunjuk pada suatu perbuatan bersetubuh di luar perkawinan yang sah banyak digunakan oleh masyarakat dalam pembicaraan sehari-hari.
Zina adalah hubungan seksual antara seorang laki-laki dan perempuan yang tidak didasari oleh suatu pernikahan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wiryono Prodjodikoro bahwa kesusilaan itu mengenai juga tentang adat kebiasaan yang baik, tetapi khusus yang sedikit banyak mengenai kelamin (s3x) seorang manusia.
Zina pada hakekatnya adalah melakukan hubungan badan di luar nikah. sayangnya dalam pasal 284 KUHP yang berlaku sekarang mengalami penyempitan makna menjadi zina hanya dilakukan oleh orang yang salah satunya terikat perkawinan dengan orang lain.
Banyak pakar mengatakan, bahwa pasal tersebut masih kurang pas dalam penerapannya di masyarakat Indonesia karena dalam pasal tersebut masih amat sempit pengertian dan pemahamannya tentang zina.
Menurut hukum yang hidup dimasyarakat adalah hubungan badan diluar nikah, baik yang salah satunya terikat tali perkawinan atau keduanya belum terikat. Namun pemakaian kata zina untuk mengartikan kata overspel yang berasal dari bahasa Belanda pada Pasal 284 ayat (1) KUHP dipandang oleh beberapa pihak tidak tepat.
Menurut Wiryono Prodjodikoro, kata zina dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP itu berbeda dengan kata zina menurut hukum Islam. Sehingga dapat dimengerti apabila terjadi perbedaan dalam mengartikan kata overspel tersebut dalam berbagai terjemahan Wetboek van Strafrecht sebagai naskah asli KUHP Indonesia.
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman di dalam KUHP yang dinyatakan oleh Mulyatno dan R. Soesilo sebagai terjemahan resmi dari Wetboek van Strafrecht (WvS) telah mempergunakan kata gendak untuk menunjuk pada overspel tersebut.
Adapun KUHP terjemahan Mulyatno dan R. Soesilo tetap memakai kata zina. Sedangkan Andi Hamzah dan Soenarto Soerodibroto mempergunakan kata mukah.
Referensi Makalah®
Kepustakaan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, Jakarta, 1985). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Gramedia Widiasarana, Jakarta, 1993). Abd al-Rahman, Shari’ah The Islamic Law, Malaysia, AS Moordeen, 1989). Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung, Eresco, 1986).
Sedangkan menurut Purwadarminta, zina merupakan perbuatan bersetubuh yang tidak sah, seperti besundal, bermukah dan bergendak. Istilah zina merupakan istilah serapan yang diambil dari bahasa Arab.
Penyerapan istilah dari bahasa asing ini dimaksudkan bahwa kata zina terlalu banyak sinonimnya di dalam istilah bahasa Indonesia, bermukah dan bergendak. Secara umum pun, pemakaian kata zina untuk menunjuk pada suatu perbuatan bersetubuh di luar perkawinan yang sah banyak digunakan oleh masyarakat dalam pembicaraan sehari-hari.
Zina adalah hubungan seksual antara seorang laki-laki dan perempuan yang tidak didasari oleh suatu pernikahan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wiryono Prodjodikoro bahwa kesusilaan itu mengenai juga tentang adat kebiasaan yang baik, tetapi khusus yang sedikit banyak mengenai kelamin (s3x) seorang manusia.
Zina pada hakekatnya adalah melakukan hubungan badan di luar nikah. sayangnya dalam pasal 284 KUHP yang berlaku sekarang mengalami penyempitan makna menjadi zina hanya dilakukan oleh orang yang salah satunya terikat perkawinan dengan orang lain.
Banyak pakar mengatakan, bahwa pasal tersebut masih kurang pas dalam penerapannya di masyarakat Indonesia karena dalam pasal tersebut masih amat sempit pengertian dan pemahamannya tentang zina.
Menurut hukum yang hidup dimasyarakat adalah hubungan badan diluar nikah, baik yang salah satunya terikat tali perkawinan atau keduanya belum terikat. Namun pemakaian kata zina untuk mengartikan kata overspel yang berasal dari bahasa Belanda pada Pasal 284 ayat (1) KUHP dipandang oleh beberapa pihak tidak tepat.
Menurut Wiryono Prodjodikoro, kata zina dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP itu berbeda dengan kata zina menurut hukum Islam. Sehingga dapat dimengerti apabila terjadi perbedaan dalam mengartikan kata overspel tersebut dalam berbagai terjemahan Wetboek van Strafrecht sebagai naskah asli KUHP Indonesia.
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman di dalam KUHP yang dinyatakan oleh Mulyatno dan R. Soesilo sebagai terjemahan resmi dari Wetboek van Strafrecht (WvS) telah mempergunakan kata gendak untuk menunjuk pada overspel tersebut.
Adapun KUHP terjemahan Mulyatno dan R. Soesilo tetap memakai kata zina. Sedangkan Andi Hamzah dan Soenarto Soerodibroto mempergunakan kata mukah.
Referensi Makalah®
Kepustakaan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, Jakarta, 1985). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Gramedia Widiasarana, Jakarta, 1993). Abd al-Rahman, Shari’ah The Islamic Law, Malaysia, AS Moordeen, 1989). Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung, Eresco, 1986).