Pengertian Riba menurut Ulama
Pada: December 27, 2012
Kata riba disebut 20 kali dalam al-Quran. Masing-masing dalam bentuk Fiil Madhi tiga kali, Fiil Mudhari’ empat kali, dan bentuk isim dua belas kali. Secara makna bahasa kata riba diartikan dengan tambahan dan tumbuh). Maksudnya adalah tambahan atas modal sedikit maupun banyak. Dalam al-Quran, kata ini dalam berbagai bentuknya memiliki beberapa makna. Namun makna-makna tersebut mengandung unsur-unsur yang sama yang bisa dikembalikan ke arti asalnya, yakni bertambah dan tumbuh.
Misalnya, dalam al-Quran surah al-Baqarah ayat 265, kata Rabwah disebutkan dalam konteks perumpamaan tentang orang-orang yang menginfakkan harta mereka karena mengharap ridha Allah dan untuk keteguhan hati mereka, bagaikan kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat yang menghasilkan buahnya dua kali lipat.
Pengertian riba secara istilah menurut ulama bermacam-macam, diantaranya:
Menurut Imam Sarakhi dalam kitab al-Mabsut, sebagaimana yang dikutip oleh Heri Sudarsono, riba adalah tambahan yang diisyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya ‘iwad yang dibenarkan syariat atas penambahan tersebut.
Menurut al-Jurjani dalam kitab al-Ta’rifat, sebagaimana yang dikutip oleh Khoeruddin Nasution, mengatakan bahwa riba dengan kelebihan/ tambahan tanpa ada ganti/ imbalan yang disyaratkan bagi salah satu dari dua orang yang membuat transaksi (al-Riba fi al-Shar’i Huwa Fadhlun ‘an ‘Iwain Shuritha li Ahadil ‘Aqidayni).
Menurut Imam Ahmad ibin Hanbal sebagimana yang dikutip oleh Muhammad Syafi’i Antonio, riba adalah seseorang memiliki utang maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. apabila tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga atau pinjaman) atas penambahan waktu yang telah diberikan.
Menurut al-Mali sebagaimana yang dikutip oleh Hendi Suhendi, riba ialah akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”
Menurut Muhammad Abduh sebagaimana yang dikutip oleh Hendi Suhendi, bahwa yang dimaksud dengan riba ialah penambahanpenambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Sahabuddin, Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian Kosakata, Jakarta: Lentera Hati, 2007). Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta, 1984). Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Terj. Nur Hasanudin, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006). Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syari’ah (Deskripsi Dan Ilustrasi), (Yogyakarta: Ekonisia, 2003). Khoiruddin Nasution, Riba Dan Poligami (Sebuah Studi Atas Pemikiran Muhammad Abduh), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Akademia, 1996). Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001).