Surga dalam Agama Kong Hu Cu
Pada: December 18, 2012
Dalam agama Kong Hu Cu di samping mengenal neraka juga mengenal istilah surga. Keduanya tidak dapat dipisahkan, karena hal tersebut sudah alamiah; di mana ada yang baik pasti ada yang buruk/jelak, di mana ada siksa pasti ada nikmat. Begitu pula jika ada surga pasti ada neraka.
Adapun surga dalam agama Kong Hu Cu, adalah tempat berdiam Tuhan dan makhluk-makhluk langit. Sedangkan neraka adalah tempat siksaan. Dengan demikian tidak mungkin memisahkan antara surga, neraka dan dunia.
Manusia setelah hidup pasti mengalami suatu kematian. Manusia wajib mengerti bahwa hidup ini bersifat lahir batin, jasmani dan rokhani. Di satu sisi manusia adalah rokh yang mengemban firman Tuhan yang tercermin dalam watak sejatinya, yang memiliki sifat-sifat luhur dan mulia yang mencerminkan kebesaran dan kemuliaan kebajikan Tuhan. Di satu sisi lagi manusia adalah makhluk jasmaniah dengan nyawanya yang mengandung berbagai naluri dan nafsu untuk memenuhi tuntunan kehidupan jasmaniah yang tidak lepas dari hukum Tuhan, yang juga menjadi hukum alam.
Karena mati dan hidup tak bisa dipisahkan (saling berkaitan), maka tidak terdapat jalan untuk mencegah manusia untuk mati. Menghentikan kematian berarti menghentikan kehidupan. Tidak mati berarti tidak hidup sama sekali.
Cara mengatasi kekuasaan kematian bukan menghentikan kenyataan kematian. Dengan perkataan lain, menguasai kekuasaan kematian berarti mencegah kejadian kembali mati dan hidup, mencegah mati juga berarti mencegah hidup.
Pada saat manusia manusia mengalami kematian roh seorang mansuia meninggalkan badan dan orang yang semasa hidupnya mampu hidup sesuai dengan watak sejatinya, rokhnya menjadi Sheng. Shengnaik ke surga dan immortal, artinya hidup abadi di alam surga (Sian Thian) di samping Tuhan. Sebaliknya orang yang berlumuran dosa, yang mengingkari jalan suci, rohnya menjadi kuei/ hantu dan masuk ke neraka.
Dosa adalah tindakan, kelakuan dan pikiran yang melanggar aturan yang ditentukan kekuatan di luar alam, dan renjana/ emosi yang dihasilkan pelanggaran aturan hukum.
Dengan demikian, orang yang mempunyai dosa demikian, dan renjana yang menemani tindakan atau pikiran berdosa, nampaknya mencerap kaidah-kaidah masyarakat sampai barangkali, peringkat lebih tinggi ketimbang orang yang hanya mempunyai perasaan berdosa terhadap hukum, sebab aturan-aturan di luar alam didasarkan atas kaidah-kaidah masyarakat. Mereka tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah dan hukum-hukum masyarakat, tetapi memperkuat dan memperketat mereka.
Segala perbuatan yang melanggar Jalan Suci (Too), mengingkari kebajikan, yang meninggalkan bahkan bertentangan dengan cinta kasih, kebenaran, susila dan kebijaksanaan dan dilakukan secara sadar, melawan Thian (Gik Thian), tidak takut/ tidak hormat kepada Thian dan meremehkan firman-Nya, itulah dosa. Dosa terbesar adalah perbuatan Gik Thian (melawan dan melanggar hukum-Nya) dan Bu Too (meninggalkan jalan suci), sehingga orang itu akan membuang dan merusak diri menjadi pencuri/ perusak kemanusiaan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Konfucius, Su King ((Kitab Yang Lima) (Jakarta: Sasana, 1997). Huston Smith, Agama-agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999)