Biografi Ibnu Abidin
Pada: January 01, 2013
Ibnu Abidin memiliki nama lengkap, Nabi Amin bin Umar bin Abdul Aziz bin Ahmad bin Abdul Rahim bin Najmuddin bin Nabi Salahuddin yang terkenal dengan Ibnu Abidin, lahir di Damaskus Syiria pada tahun 1198 H atau 1714 M, dan wafat pada tahun 1252 H atau 1836 M. Ibnu Abidin merupakan tokoh fikih masa keenam (658 H – akhir abad ke 13 H) yaitu masa pemerintahan Abdul Hamid I (Dinasti Usmaniyah).
Ibnu Abidin sejak kecil sudah mengenal pendidikan agama secara langsung dari ayahnya yang sekaligus gurunya, yaitu Umar ibn Abdul Aziz. Ia menghafal al-Quran pada usia yang masih sangat muda. Ayahnya adalah seorang pedagang. Sehingga Ibnu Abidin sering diajak ayahnya untuk berdagang sekaligus dilatih berdagang oleh ayahnya. Pada suatu hari, ketika beliau sedang membaca al-Quran di tempat ayahnya berdagang, tiba-tiba lewatlah seorang laki-laki dari kalangan orang saleh dan ia (orang saleh itu) mengomentari bacaan al-Quran ibnu Abidin dengan dua komentar, yang akhirnya menghantarkan Ibnu Abidin menjadi ulama terkenal. Dua komentar tersebut adalah :
Ibnu Abidin tidak tartil dalam membaca al-Quran dan tidak menggunakan tajwid sesuai dengan hukum-hukumnya.Kebanyakan manusia tidak sempat untuk mendengarkan bacaan al-Quran karena kesibukannya dalam berdagang. Jika tidak mendengar bacaan al-Quran tersebut maka mereka berdosa. Begitu juga dengan Ibnu Abidin berdosa karena membuat mereka berdosa tidak mendengarkan bacaan al-Quran.
Maka bangkitlah Ibnu Abidin seketika dan langsung bertanya kepada orang saleh tadi tentang ahli qira’ah yang paling tersohor di zamannya. Maka orang tadi menunjukkan seorang ahli qira’ah saat itu, yaitu Syaikh al-Hamawi, maka pergilah Ibnu Abidin kepadanya dan meminta agar diajari ilmu tajwid dan hukum-hukum qira’ati. Sejak saat itu Ibnu Abidin tidak pernah meluangkan waktunya kecuali untuk belajar.
Imam al-Hamawi memerintahkan untuk menghafal al-Jazariyah dan Syatibiyah kemudian ia belajar nahwu dan shorof dan tak ketinggalan fikih. Saat itu ia pertama kali belajar fikih yang bermadzhab Syafi’i.
Bermula dari seorang guru al-Hamawi itulah ia menjadi ulama yang sangat terkenal. Setelah ia menguasai dengan matang ilmu tajwid dan hukum qira’ati serta ilmu fikih terutama fikih dari madzab Syafi’i pada Imam al-Hamawi, seorang ahli qira ’ati pada saat itu Ibnu Abidin tidak berhenti sampai di situ saja, akan tetapi ia melanjutkan menuntut ilmu dengan belajar hadits, tafsir dan mantiq (logika) kepada seorang guru yaitu syaikh Muhammad al-Salimi al-Amirri al-Aqd.
Al-Amiri adalah seorang penghafal hadits, tafsir dan mantiq. Dia menyarankan kepada Ibnu Abidin belajar figih Abu Hanifah. Ibnu Abidin mengikuti nasehat itu dan mempelajari kitab-kitab fikih dan ushul fikih Madzhab Hanafi, ia terus menggali berbagai ilmu sampai menjadi tokoh aliran saat itu. Tidak hanya sampai di situ kemudian ia pergi ke Mesir dan belajar pada Syaikh al-Amir al-Masyri sebagaimana ia belajar kepada syaikh ahli hadits dari Syam, yaitu Syaikh Muhammad al-Kazbari, ia tak henti-hentinya meraih keluasan dalam mengembangkan ilmu dengan mengkaji dan mengarang.
Sampai pada suatu ketika ia ditunjukkan kepada suatu daerah yaitu Bannan. Di daerah Bannan ini ia mendapatkan pelajaran dari para tokoh ulama seperti Syaikh Abdul Ghani al-Madani, syeikh Hasan al-Baitari, Ahmad Affandi al-Istambuli dan lain-lain.
Kemasyhuran Ibnu Abidin dilatar belakangi oleh pendidikan yang keras dan disiplin dari orang tuanya juga didukung oleh sikap dan kemauannya yang sangat keras dalam menuntut ilmu.Hampir semua ulama ditemuinya untuk belajar ilmu agama padanya dan diskusi-diskusi ia lakukan dengan para ulama terkenal pada saat itu. Hal itulah yang menjadikan Ibnu Abidin seorang tokoh ulama yang sangat terkenal di masanya.
Ibnu Abidin juga terkenal sebagai seorang yang kokoh agamanya, iffah (wirai), alim, dan taqwa dalam beribadah karena kedalaman ilmunya terutama dalam bidang ilmu fikih. Dan di dalam bidang ilmu fikih ini, ternyata ia lebih cocok dengan fikih Madzhab Hanafi sehingga ia menjadi ulama Hanafiyah yang sangat disegani.
Karena ketinggian ilmunya ia banyak membuahkan karya-karya ilmiah. Karangan-karangannya banyak di koleksi di perpustakaan Islam di dunia. Karangannya dapat diterima di berbagai peradaban, karena karangan-karangannya mempunyai keistimewaan dalam pembahasannya secara mendalam. Keilmuan yang mendalam dan menampakkan kefasihan bahasanya.
Masa hidup Ibnu Abidin pada abad ke- 17 dan ke-18 Masehi yang bertepatan dengan masa pemerintahan sultan Abdul Hamid (Dinasti Usmaniyah). Dalam catatan sejarah dalam dunia Islam masa ini merupakan masa kemunduran Islam.
Diantara karya-karya yang sampai kepada kita antara lain, Radd al Muhtar Syarah addur al-Muhtar, Raul Andar, al-Uqhud syarah tanfih al-Fatawa al-Hamidiyah Aduriya, Nadmad al-Azhar syarah al-Manar, Ar-Rahiq al-Mahtum, dan beberapa karya masyhur lain.
Setelah kehidupannya yang membawa berbagai aktivitas yang luhur, pengabdian yang mulia dan perjuangan yang sangat berarti bagi umat Nabi pada umumnya dan khususnya bagi Madzab Hanafi Ibnu Abidin wafat di Damaskus 1252 H dengan meninggalkan warisan yang sangat berharga. Beliau dimakamkan di pemakaman Bab al-Sagir Damaskus.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ibnu Abidin, Raad al-Mukhtar, (Beirut: Daar al-Kitab al-Ilmiah,1994). B. lewis the Encyclopedia of Islam lll, (Jakarta: Ictiar Baru van Houve, 1996). Ahmad Syalibi, Sejarah dan Kebudayaan Islam; Imperium Turki Usmani, (Jakarta: Kalam Mulia.1988). Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1985). Badri Yatim MA, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003). Abdul Aziz,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta:Ichtiar Baru Van Houve,1996).