Biografi Sunan Kalijaga
Pada: January 05, 2013
Banyak perbedaan mengenai nama Sunan Kalijaga. Ada pendapat berasal dari Arab, Cina atau dari kata Jawa asli. Sebagian orang mengatakan bahwa nama Kalijaga itu berasal dari kata-kata bahasa Arab yang telah disesuaikan menurut lidah orang Jawa, yaitu dari kata “Qodli Zaka”, yang berarti hakim suci atau penghulu suci. Sebagai alasan, mereka mengatakan bahwa di dalam hidupnya Sunan Kalijaga terkenal sebagai tokoh yang banyak menghakimi segala pertentangan di antara raja-raja Demak yang berselisih dan bertengkar, bahkan peristiwa Siti Jenar pun Sunan Kalijaga yang menjadi hakimnya.
Ada pula yang mengatakan bahwa nama Kalijaga ini berasal dari bahasa cina, yaitu nama Mas Said (nama kecilnya) berasal dari kata “Oei Sam Ik”, kemudian diucapkan menurut lidah Jawa menjadi Said, atau R.M Syahid yang kemudian bergelar dengan sebutan Sunan Kalijaga.
Menurut ceritera, dinamakan Kalijaga juga karena dia bertapa di sungai sampai semak belukar tumbuh merambati badannya. Kalijaga artinya menjaga kali, berasal dari kata-kata kali yang berarti air yang mengalir, dan kata jaga yang berarti menjaga. Jadi berarti orang yang menjaga semua aliran atau kepercayaan yang hidup di dalam masyarakat. Selain Mas Said (R.M. Syahid) dan Kalijaga, ia juga mempunyai nama Brandal Lokajaya, Syeikh Malaya, pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.
Tentang silsilah Sunan Kalijaga inipun ada perbedaan, karena memang tidak ada catatan resmi dan bahan sejarah berupa naskah yang dapat dijadikan pegangan. Ada yang mengatakan bahwa Sunan Kalijaga itu dari keturunan bangsa Cina, Arab atau dari keturunan Jawa asli.
Pendapat Sunan Kalijaga dari Keturunan Cina
Menurut buku Kumpulan Ceritera Lama dari Kota Wali (Demak), yang ditulis oleh S. Wardi dan diterbitkan oleh Wahyu, menuturkan bahwa Sunan Kalijaga sewaktu kecil bernama Said. Beliau anak seorang cina yang bernama Oei Tik Too. Oei Tik Too ini mempunyai putera yang kemudian menjadi bupati Tuban, namanya Wirotikto (bukan Wilotikto). Bupati Wirotikto ini mempunyai anak laki-laki bernama Oei Sam Ik, dan terakhir di panggil Said.
Catatan-catatan yang diketemukan oleh Residen Poortman pada tahun 1928 dari klenteng Sam Poo Kong Semarang mengatakan bahwa banyak sekali tokoh-tokoh raja-raja Jawa pada jaman Demak dan Para Wali adalah dari keturunan Cina. Disebutkan bahwa orang yang bernama Gang Si Cang (Sunan Kalijaga) ikut membuat atau mendirikan Masjid Demak. Jadi ini menunjukkan bahwa Sunan Kalijaga dari keturunan bangsa Cina.
Pendapat Sunan Kalijaga dari Keturunan Arab
Menurut buku De Hadramaut et ies Colonies Arabes Dans ’I Archipel Indien, karya Mr. C. L. N. Van De Berg, Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab asli. Dan di dalam buku tersebut diceritakan pula bahwa tidak hanya Sunan Kalijaga saja, tetapi semua Wali di Jawa adalah dari keturunan Arab.
Menurut buku tersebut, silsilah Sunan Kalijaga sebagai berikut; Abdul Muthalib (Kakek Nabi Muhammad), berputra Abbas, berputra Abdul Wakhid, berputra Mudzakkir, berputra Adullah, berputra Khasmia, berputra Abdullah, berputra Madro’uf, berputra ‘Arifin, berputra Hasanuddin, berputra Jamal, berputra Akhmad, berputra Abdullah, berputra Abbas, berputra Kourames, berputra Abdurrakhim (Ario Tejo, bupati Tuban), berputra Tejo Laku (Bupati Majapahit), berputra Lembu Kusuma (Bupati Tuban), berputra Tumenggung Wilotikto (Bupati Tuban), berputra Raden Mas Said (Sunan Kalijaga).
Pendapat Sunan Kalijaga dari Silsilah Jawa
Menurut keterangan salah seorang pembantu majalah penyebar semangat Surabaya dari Yogyakarta (Sdr. Tj M: Tjantrik Mataram) yang mendapat keterangan dari Sdr. Darmosugito (Wartawan Merdeka) yang juga trah Kalinjangan, mengatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah asli orang Jawa atau keturunan Jawa. Silsilahnya adalah sebagai berikut.
Adipati Ranggalawe (Bupati Tuban), berputra Ario Tejo I (Bupati Tuban), berputra Ario Tejo II (Bupati Tuban), berputra Ario Tejo III (Bupati Tuban), berputra Raden Tumenggung Wilotikto (Bupati Tuban), berputra Raden Mas Said (Sunan Kalijaga).
Menurut keterangan, Ario Tejo I dan II ini masih memeluk agama Syiwa. Hal ini bisa saksikan dari bukti makamya yang berada di Tuban, yang memakai tanda Syiwa. Tetapi Ario Tejo III sudah memeluk agama Islam, hal ini juga terlihat dari tanda yang ada dimakamnya.
Sebagaimana tersurat dalam sejarah Indonesia Walisongo (termasuk Sunan Kliajaga), adalah pelopor dan pemimipin dakwah Islam yang berhasil merekrut murid-murid untuk menjalankan dakwah di setiap penjuru negeri. Dan orang-orang Indonesia mengenal dai dari Alawiyyin (tokoh-tokoh asyraf, keturunan Ali dan Fatimah binti Rosulullah Saw) tersebut dengan sebutan ”wali-wali”, sedangkan di Jawa khususnya mereka dikenal dengan nama sunan.
Mengenai kapan tepatnya kelahiran Sunan Kalijaga pun menyimpan misteri. Ia diperkirakan lahir pada tahun 1430-an, dihitung dari tahun pernikahan Sunan Kalijaga dengan putri Sunan Ampel. Ketika itu ia berusia 20-an tahun. Sunan ampel yang diyakini lahir pada 1401, ketika menikahkan putrinya dengan Sunan Kalijaga, ia berusia 50-an tahun. Tetapi ada juga yang mengatakan ia lahir ada tahun 1450 dan 1455. ayahnya bernama Tumenggung Wilotikto (Wiwatikta atau Raden sahur), dan ibunya bernama Dewi Retno Dumilah.
Dikisahkan bahwa Sunan Kalijaga mempunyai tiga orang isteri. Nama istri dan anak-anaknya adalah sebagai berikut. Pertama, Dewi Saroh binti Maulana Ishak, yang dikarunia 3 orang anak, yaitu; Raden Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rukayah, dan Dewi Sofiah. Kedua, Siti Zaenab binti Sunan Gunung Jati, yang dikarunia 5 orang anak, yaitu; ratu Pambuyan, Nyai Ageng Panegak,, Sunan Hadi, Raden Abdurrahman, dan Nyai Ageng Ngerang. Ketiga; dengan Siti Khafsah binti Sunan Ampel (tidak ada keterangan selengkapnya).
Sunan Kalijaga dikenal sebagai muballigh, ia sangat populer dan pandai bergaul dengan semua lapisan masayarakat. Dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Hal ini dapat dimengerti, karena Sunan Kalijaga adalah sebagai muballigh keliling yang mendatangi daerah-daerah sampai jauh ke pelosok dan kota-kota, dan memang dalam hal ini ada wali yang hanya berdakwah di daerahnya saja, mendirikan padepokan atau pesantren di tempat domisilinya.
Sunan Kalijaga tenar di kalangan bawah, karena bisa dan pandai menyesuaikan diri dengan rakyat jelata dan menyelami liku-liku kehidupan rakyat jelata. Tidak hanya itu saja, tetapi juga pandai bergaul di dalam kalangan atas atau kalangan intelek, karena ia memang seorang politikus, ahli tasawuf dan seorang filosof. Maka kaum bangsawan, kaum ningrat dan para sarjana sangat menghargai dan mengaguminya.
Sunan Kalijaga juga berperan dan berjasa dalam pendirian masjid pertama di tanah Jawa, yakni Masjid Agung Demak. Di dalam masyarakat pedesaan terdapat banyak sekali cerita-cerita lisan yang berkaitan dengan pendirian masjid tersebut. Misalnya, perihal Sunan Kalijaga membuat 4 tiang pokok (saka guru) yang terbuat dari tatal (serpihan-serpihan kayu sisa). Ia juga dianggap ulama yang menentukan kiblat Masjid Demak agar sesuai menghadap ke arah ka’bah. Masjid ini sampai kini masih dikunjungi muslim di seluruh nusantara. Masjid ini menjadi pusat agama terpenting di Jawa dan memainkan peran besar dalam upaya menuntaskan islamisasi di seluruh Jawa, termasuk daerah pedalaman.
Selain itu Sunan Kalijaga juga mempunyai beberapa murid, diantaranya adalah: Sunan bayat, Sunan Geseng, Ki Ageng Sela, Empu Supa, dan masih banyak yang lainnya.
Di Kadilangu, daerah Demak Sunan Kalijaga menetap lama hingga akhir hanyatnya. Kadilangu juga merupakan tempatnya membina kehidupan rumah tangganya. Ia diperkirakan hidup dalam empat era dasawarsa pemerintahan, yakni masa Majapahit (sebelum tahun 1478), kesultanan Demak (1481-1546), kesultanan panjang (1546-1568), dan awal pemerintahan Mataram (1580-an).
Adapun tahun wafatnya tidak diketahui dengan pasti, hanya saja diperkirakan dia wafat pada tahun 1586, atau dalam usia sekitar mencapai 131 tahun. Jenazahnya dikebumikan di desa Kadilangu, termasuk daerah kabupaten Demak, yang terletak disebelah timur laut dari kota Bintoro.
Diantara jasa dan pengaruh dari akibat-akibat taktik dan strategi di dalam menyiarkan agama di kalangan masyarakat itu mengakibatkan atau mempunyai efek dan sikap hidup di dalam segala bidang kehidupan, atau mempunyai akibat yang luas dalam bidang hidup dan kebudayaan. Diantara keahlian Sunan Kalijaga ialah kreatif dalam segala cabang seni, diantaranya ialah seni pakaian, seni suara, seni ukir, seni gamelan, seni wayang. seni topeng, seni barongan, seni tari
Sunan Kalijaga merupakan ulama termuda yang diangkat menjadi wali, tetapi memiliki ilmu paling tinggi dan paling lama pula menjalankan tugas dakwahnya. Pola dakwah yang dikembangkan mirip dengan guru sekaligus sahabatnya, Sunan Bonang. Kedua wali ini cenderung menganut faham sufistik berbasis salaf, bukan sufi-panteistik (pemujaan semata). Sunan Kalijaga juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Umar Hasyim, Sunan Kalijaga, (Kudus: Penerbit Menara, t. th). Purwadi, Sufisme Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: Sadasiva, 2005). Alwi Shihab, “Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini Di Indonesia”, (Bandung: Mizan Media Utama, 2001). M. Hariwijaya, Islam Kejawen, (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2006). Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar; Peran Walisongo dalam MengIslamkan Tanah Jawa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004). Solichin Salam, Sekitar Wali Sanga, (Kudus: Perc Menara, t. th). Harun Nasution dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Percetakan Sapdodadi, 1992).