Dasar Hukum Hiwalah
Pada: January 01, 2013
Dari pengertian Hiwalah sebagai suatu transaksi antar sesama manusia dilakukan dengan dasar hukum sebagai berikut:
al-Quran
Akad pengalihan penagihan hutang (hiwalah) merupakan suatu bentuk tolong-menolong yang merupakan manifestasi dari semangat Surat Al-Maidah ayat 2 yaitu:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelangga ran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Allah memerintahkan manusia untuk tolong-menolong dalam kebajikan dan taqwa dan Allah melarang untuk tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, transaksi hiwalah merupakan bagian dari muamalah yang didalamnya terdapat unsur tolong-menolong.
As-Sunnah
Dalam hadits yang bersumber dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda :
“Imam Tarmidzi dari Amr bin Auf bahwa Rasulullah bersabda: Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslim kecuali perdamaian yang mengha ramkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslim lemah dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
Kaidah Fikih
Kaidah fikih yang relevan dengan transaksi hiwalah ialah :
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengaharamkannnya ”.
Maksud kaidah ini adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi, pada dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai, kerja sama, perwakilan, hiwalah dan lain-lain, kecuali yang tegas-tegas diharamkan seperti hal-hal yang mengakibatkan kemudharatan, judi dan riba.
Ijma’
Pada prinsipnya para ulama telah sepakat dibolehkannya akad hiwalah dalam hutang piutang bukan pada barang konkrit dan ahlul llmi bersepakat bahwa hiwalah hukumnya jaiz
Dalam hal ini tidak ada persoalan mengenai dasar hukum hiwalah karena ijma ulama yang merupakan kesepakatan dari ulama membolehkan adanya transaksi hiwalah.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahaanya, (Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1997). Taqiyudin Abu Bakar Muhammad al-Husain al-Damsyiqi, Kifayat al-Akhyar, (Daar al-Qutub al-Ilmiah.t.th). Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,2004). Idris Ahmad, Fiqih al-Syafi’iyah, (Jakarta: Karya Indah, 1986). Abdul Aziz, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Inter Mas, 1997).