Karakteristik Pendidikan Pesantren
Pada: January 09, 2013
Pesantren merupakan salah satu pilar pendidikan tradisional yang sejarahnya telah mengakar selama berabad-abad. Nurcholis Madjid menyebutkan, bahwa pesantren mengandung makna keislaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Lembaga pendidikan pesantren biasanya terdapat lima elemen dasar yang tidak terpisah-pisahkan, yaitu: pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik dan kyai.
Pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa pesantren sebagai sebuah subkultur masyarakat yang memiliki karakter, watak dan tradisi tersendiri yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Pesantren bisa disebut sebagai sebuah subkultur karena memiliki keunikan sendiri dalam aspek-aspek kehidupannya seperti; cara hidup yang dianut, pandangan hidup dan tata nilai yang diikuti, serta hierarki kekuasaan intern tersendiri yang ditaati sepenuhnya. Ketiga keunikan ini setidaknya dirasa cukup untuk mengenakan predikat subkultur pada kehidupan itu.
Subkultur tersebut lahir dan berkembang seiring dengan derap langkah perubahan-perubahan yang ada dalam masyarakat global. Perubahan-perubahan yang terus bergulir itu, cepat atau lambat, pasti akan mengimbas pada komunitas pesantren sebagai bagian dari masyarakat dunia.
Bila ditilik dari sejarah kehadiran pesantren, menarik kiranya untuk disimak bahwa terbentuknya pesantren ternyata memiliki keunikan tersendiri. Kehadiran pesantren disebut unik karenya ada dua alasan berikut;
Pertama, pesantren dilahirkan untuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi suatu masyarakat yang telah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral, melalui transformasi nilai yang ditawarkan (amar ma’ruf nahi munkar). Kehadirannya dengan demikian bisa disebut sebagai agen perubahan sosial (agent of social change), yang selalu melakukan kerja-kerja pembebasan pada masyarakatnya dari segala keburukan moral, penindasan politik, pemiskinan ilmu pengetahuan, dan bahkan dari pemiskinan ekonomi.
Kedua, salah satu misi awal didirikannya pesantren adalah menyebarluaskan informasi ajaran tentang universalitas Islam ke seluruh pelosok nusantara yang berwatak pluralis, baik dari dimensi kepercayaannya, budaya maupun kondisi sosial masyarakat. Melalui medium pendidikan yang dikembangkan oleh para wali dalam bentuk pesantren ini, ajaran Islam lebih cepat membumi di Indonesia.
Untuk mengetahui karakteristik pendidikan pesantren, akan dicoba diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan kehidupan pada pesantren.
Tradisi dan Pola Hubungan Pergaulan di Pesantren
Dalam dunia pesantren terdapat lima unsur pokok yang antara satu dan lainnya saling terkait dan yang menjadi titik tolak adalah santri yang kemudian membentuk sebuah tradisi yang unik yang berbeda dengan tatanan yang ada di masyarakat pada umumnya.
Kiyai sebagai komponen yang utama dalam pesantren adalah sosok figur orang yang memiliki kelebihan dalam pengetahuan agama, kyai adalah sebagai pemimpin dan sekaligus pemilik pesantren, kedudukan kyai adalah sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan (power and authority) dalam kehidupan dan lingkungan pesantren, hal ini menyebabkan tidak ada seorangpun santri atau orang lain yang dapat melawan kekuasaan kyai, kecuali kiyai yang lebih besar pengaruhnya.
Kurikulum Pesantren
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam sebuah sistem pendidikan, tak terkecuali pendidikan pada pesantren. Sebab dalam kurikulum tidak hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan sebuah lembaga, akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa atau santri dalam pondok pesantren.
Nurcholis Madjid mengatakan bahwa istilah kurikulum tidak terkenal di dunia pesantren masa pra-kemerdekaan, walaupun sebenarnya materi pendidikan sudah ada di dalam pesantren, terutama pada praktek pengajaran bimbingan rohani dan latihan kecakapan hidup dalam kehidupan di pesantren. Oleh karena itu, kebanyakan pesantren tidak merumuskan dasar dan tujuan pesantren secara eksplisit atau mengimplementasikannya dalam bentuk kurikulum.
Hal ini bukan berarti bahwa pendidikan pesantren itu berlangsung tanpa arah tujuan yang dituju, hanya saja tujuan itu tidak dirumuskan secara sistematis dan dinyatakan secara eksplisit. Hal ini ada hubungannya dengan sifat kesederhanaan yang sesuai mendorong berdirinya dimana kyai mengajar dan santri belajar adalah semata-mata untuk ibadah dan tidak pernah dikaitkan dengan orientasi tertentu dalam lapangan penghidupan atau tingkat dan jabatan tertentu dalam hierarki sosial atau birokrasi kepegawaian.
Berkaitan dengan tujuan pendidikan pesantren, menurut Zamakhsyari Dhofier, tujuan pendidikan pesantren adalah untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral dan mempersiapkan para santri untuk hidup sederhana dan bersih hati.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Nurcholis Majid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta; Paramadina, 1997). Zamarkhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Study Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982). Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta: LKis, 2007). Saifudin Zuhri, Pendidikan Pesantren di Persimpangan Jalan, dalam Marzuki Wahid, dkk (eds.), Pesantren Masa Depan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999). Ridwan Abawihda, Kurikulum Pendidikan Pesantren dan Tantangan Perubahan Global, dalam Ismail SM, dkk (Eds.), Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).