Pengertian Dunia menurut Pakar
Pada: January 06, 2013
Referensi tentang pengertian dunia, penulis kemukakan beberapa pengertian yang penulis ambil dari beberapa pendapat para ahli diantaranya :
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian dunia sebagai:
- Bumi dengan segala yang terdapat di atasnya, jagat tempat kita hidup.
- Segala yang bersifat kebendaan yang tidak kekal, baginya tiada arti harta.
Ali Isa Othman memberikan pengertian dunia sebagai:
- Segala hal kongkrit yang tertentu.
- Kenikmatan yang diperoleh manusia dari hal-hal yang kongkrit.
- Pengelolaan yang dilakukan manusia terhadap hal kongkrit tersebut untuk dinikmatinya.
Hasan Muarif Ambary, dkk memberikan pengertian dunia sebagai
- Kehidupan dunia hanya merupakan mainan dan senda gurau.
- Kehidupan dunia jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat hanyalah sedikit.
- Kehidupan dunia ibarat air hujan yang turun dari langit lalu suburlah tumbuh-tumbuhan di muka bumi, padahal tumbuh-tumbuhan itu lalu menjadi kering dan musnah karena angin.
- Bahwa dunia dan segala isinya adalah salah satu rintangan yang bisa menghalangi seseorang untuk mendekatkan diri pada Allah.
Abdullah dan al-Makmun al-Suhrawardy memberikan pengertian dunia sebagai
- Dunia adalah sebuah penjara bagi orang beriman, dan surga bagi orang kafir.
- Dunia adalah penyihir yang lebih besar dari pada Harut dan Marut, dan kamu hendaknya menghindarinya.
- Terkutuklah dunia ini dan terkutuklah semua yang ada di dunia ini, kecuali mengingat Allah dan itu yang akan menolong kamu.
Harun Nasution menerangkan pandangan al-Kindi dalam memberikan pengertian dunia, yaitu:
Manusia harus meninggalkan atau melepaskan dirinya dari sifat binatang yang ada pada tubuh manusia, melepaskan sifat-sifat tersebut adalah harus bersifat zahid, jika roh telah dapat meninggalkan keinginan-kenginan badan, bersih dari noda kematerialan dan senantiasa bersifat kritis memikirkan tentang hakekat wujud dia akan menjadi suci dan ketika itu akan dapat menangkap gambaran segala hakekat.
Hammudah Abdalati memberikan pengertian dunia sebagai:
Ciptaan Allah dan Dia menjaganya untuk tujuan yang penuh arti secara historis diciptakan dunia ini dengan kehendak-Nya sendiri. Allah berkehendak pula agar hasil ciptaan itu patuh kepada hukum-hukumnya. Semua itu tidak diciptakan dengan kebetulan belaka.
Al-Ghazali memberikan pengertian dunia sebagai:
Dunia ini kampung bagi orang yang tiada mempunyai kampung dan harta bagi yang tidak mempunyai harta. Dan untuk dunia, dikumpulkan oleh orang yang tiada berakal. Kepada dunia bermusuh-musuhan orang yang tiada berilmu. Kepada dunia, berdengki orang yang tiada memahami agama. Dan untuk dunia berusaha orang yang tidak mempunyai keyakinan.
Syekh Abdul Qadir Al-Jilani memberikan pengertian dunia sebagai:
Dunia adalah hijab (tabir) yang utama dalam hati manusia. Selama hijab itu menjadi sumber ingatan manusia, maka kekallah manusia dalam keterpencilannya dengan Allah, meskipun dia terus beramal. Ia jauh dari Allah karena amal lainnya diganggu oleh ingatan yang bermacam-macam selain Allah yang selalu datang setiap kali dia beramal.
Alamah Sayyid Abdullah Haddad menerangkan pandangan Ibrahim bin Adham memberikan pengertian dunia sebagai:
Bahwa kesenangan duniawi, kelezatan, serta pengumbaran syahwat nafsu di dalamnya semuanya itu mengundang kepayahan, bahaya, kerisauhan dan kesedihan. Makin besar kesenangan duniawi maka makin besar pula kesedihan sehingga manusia akan mengalami penderitaan. Sebaliknya makin sedikit kesenangan duniawi maka makin sedikit pula kesedihan sehingga manusia akan mengalami kedamaian hati.
Amin Syukur menerangkan pandangan para Zahid dalam memberikan pengertian dunia sebagai:
Hasan al-Basri mengatakan bahwa dunia adalah rumah amal. Barang siapa menggelutinya atas dasar senang dan cinta kepadanya akan celaka dan Allah akan menghanyutkan baginya, kemudian dunia menyerahkan kepada sesuatu yang tidak mampu bersabar dan menanggung siksa.
Rabiah al-Adawiyah menganggap dunia sebagai hijab antara dirinya dengan Tuhan. Dia mencintai-Nya dan menjauhi dunia semata-mata karena ingin tersingkapnya hijab itu sehingga bisa mencapai makrifat kepadanya.
Ibn Ataillah mengatakan bahwa dunia sebagai tempat segala sesuatu yang rusak, sebagai sumber kekotoran hati agar seseorang mau zuhud daripadanya. Dengan zuhud seseorang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas amalnya.
Alwi al-Haddad mengatakan bahwa dunia adalah sesuatu yang terkutuk kecuali yang ditujukan guna mencapai keridhoan Allah swt. Siapa saja yang mengambilnya lebih dari keperluannya seperti orang yang mengambil kebinasaan. Buah makrifat seperti ini secara batiniah meninggalkan kecenderungan kepada dunia dan secara lahiriah meninggalkan perbuatan yang memenuhi kecenderungan hawa nafsu.
Dengan menggunakan beberapa pengertian dunia menurut pakar, maka penulis menarik suatu kesimpulan bahwa dunia adalah merupakan suatu alam kehidupan sebelum datangnya hari kiamat, dalam jagat raya tempat kita hidup sekarang ini, dengan segala isinya dan bersifat fana, baik berupa materi maupun hal yang bersifat immateri yang berupa kenikmatan yang dapat dirasakan manusia. Hidup yang nikmat di sini dapat diartikan bahwa orang yang memutuskan diri dari segala kenikmatan duniawi dan tidak memaksakan diri serta tidak merasa terbebani oleh apapun di dunia ini.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, Jakarta, 1990). Ali Isa Othman, Manusia menurut al-Ghazali, (Pustaka Grafika, Bandung, 1981). Hasan Muarif Ambary, dkk., Ensiklopedi Islam, (Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1993). Allama Sir Abdullah dan al-Makmun al-Suhrawardy, Muhammad: (Kearifan dan Keutamaan Sang Nabi), (Penerbit Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2002). Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Bulan Bintang, Jakarta, 1973). Hammudah Abdalati, Islam suatu Kepastian, (Media Dakwah, Jakarta, 1983). Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, terj. Ismail Yakub, (Pustaka Nasional Pte.Ltd., Singapura, 1998). Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Rahasia Sufi, (Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2002). Alamah Sayyid Abdullah Haddad, Menuju Kesempurnaan Hidup, (Mizan, Bandung, 1986). Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997).