Perhiasan dan Cara Berhias menurut Islam
Pada: January 26, 2013
Tazayyun (berhias diri) menurut bahasa berarti mempercantik dalam berpakaian. Termasuk berpakaian ialah mempergunakan perhiasan, mempergunakan celak, inai, dan lain sebagainya. Berhias adalah memperelok diri dengan pakaian dan sebagainya yang indah-indah, berdandan dengan perhiasan, yaitu barang apa yang dipakai untuk seperti cincin, subang, anting-anting, tusuk konde sangat lengkap
Menurut Abdul Aziz Dahlan, perhiasan (zinah) adalah sesuatu yang dapat memperindah sesuatu yang lain, barang yang dipakai untuk berhias. Dalam kajian hukum Islam, perhiasan diartikan sebagai benda-benda yang indah dan bernilai yang dapat mempercantik diri, pakaian, bejana, rumah, dinding, dan lain-lain dengan tujuan agar dapat dipandang cantik, indah dan menarik.
Menurut M. Quraish Shihab perhiasan adalah sesuatu yang dipakai memperelok. Al-Quran tidak menjelaskan apa yang disebut perhiasan, atau sesuatu yang elok. Sebagian pakar menjelaskan bahwa sesuatu yang elok adalah yang menghasilkan kebebasan dan keserasian.
Perhiasan memiliki tiga macam bentuk, yaitu; Pertama, perhiasan berwujud benda (zinat al-ashyã’), yaitu perhiasan yang berupa penambahan suatu benda ke benda yang lain atau pada suatu tempat untuk memperindahnya. Contohnya dekorasi dalam ruangan, desain baju, penjepit rambut, anting, kalung, gelang, dan lain-lain. Semua benda itu dikenakan atau dipasangkan untuk memperindah sesuatu.
Kedua, perhiasan tempat atau perhiasan lokasi (zinat al-mawaqi' atau az-zinah almakaniyah). Perhiasan semacam ini tampak jelas berupa ruang-ruang publik di daerah perkotaan. Bangunan yang didirikan di atas hamparan rumput menghijau disebut sebagai taman kota. Tempat-tempat semacam ini digunakan untuk menghiasi kota sebagai tempat yang sering dikunjungi manusia (ruang publik). Perhiasan lokasi ini dapat berupa melestarikan alam sesuai dengan habitat aslinya atau menambah sesuatu yang bersifat alami, seperti pepohonan dan tanaman bunga.
Ketiga, perhiasan gabungan yang bersifat lokasi dan kebendaan. Hal ini dijelaskan dalam surat al-A'raf (7): 32. Pengertiannya adalah bahwa perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan manusia akan memenuhi bumi dengan berbagai bentuk hiasan lokasi dan hiasan benda. Dilihat dari sisi perhiasan lokasi, maka seluruh tubuh perempuan adalah perhiasan. Yang dimaksud perhiasan di sini adalah sesuatu yang berbentuk utuh, bukan sekedar kalung, gelang, dan sejenisnya, tetapi seluruh tubuh perempuan.
Menurut M. Sahrur tubuh perempuan dapat dibagi menjadi dua, yaitu : pertama, bagian tubuh yang terbuka secara alami (qism az-zahir bi al-khalq). Kedua, bagian tubuh yang tidak tampak secara alami (qism ghayr azzahir bi al-khalq), yaitu yang disembunyikan oleh Allah dalam bentuk dan susunan tubuh perempuan.
Al-Quran memaparkan masalah penutup (Hijab) jilbab, dan kerudung (khimr) dalam 3 ayat saja. Pertama, adalah ayat tentang hijāb yang secara terbatas terkait dengan para isteri Nabi sebagaimana diterangkan dalam firman surat al-Ahzab ayat 53. Kedua, adalah tentang jilbab yang ditujukan kepada isteri Rasul dan isteri orang-orang yang beriman (QS al-Ahzab: 59). Ketiga, terkait dengan masalah tutup kepala perempuan atau (jilbab) dan perhiasan yang ditujukan secara umum bagi seluruh perempuan beriman (Q.S. an-Nur: 31).
Adapun tujuan pakaian sebagai perhiasan dalam pandangan Islam ada dua macam, yaitu guna menutupi aurat dan berhias. Prinsip-prinsip umum dalam berpakaian, antara lain :
- Pakaian harus menutup aurat
- Pakaian harus bersih (terhindar dari segala macam kotoran dan kuman-kuman atau bakteri yang mengakibatkan sakit) dan suci (terhindar dari gejala bentuk najis)
- Pakaian harus dibuat dari bahan yang diperbolehkan menurut syara dan diperoleh dengan cara yang halal pula
- Pakaian harus melahirkan kerapian dan keindahan bagi pemakainya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang: Karya Toha Putra, 1995). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990). Balkiah S dan Maftuh Ahnan, Kamus al-Munir, (Surabaya: Anugerah, 1991). Abdul Aziz Dahlan (editor) et. all, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Van Hoeve, 1996). M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1976). Ni'mah Rasyid ridha, Tabarruj, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993). Husein al-Audat, al-Mar'ah al-Arabiyah fi ad-Din wa al-Mujtama, (Dar Ahalli: 1996). Vide Abdullah Yusuf, The Holy al-Qur'an, Text Translation & Commentary, Sh. Muhammad Ashraf, (Lahore: Dar al-Fikr, Libanon, 1981).