Teknik Tes DNA
Pada: January 04, 2013
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih terutama adanya teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Teknik ini mempunyai validitas yang akurat, karena dapat dilakukan pada sampel DNA dalam jumlah yang sedikit.
Ditemukannya metode penggandaan DNA secara enzimatik (metode Polimerase Chain Reaction atau PCR) oleh kelompok cetus, membuka lebih banyak kemungkinan pemeriksaan DNA. Dengan metode ini bahan sampel yang amat minim jumlahnya tidak lagi menjadi masalah, karena DNA-nya dapat diperbanyak jutaan sampai milyaran kali lipat di dalam mesin yang dinamakan mesin PCR atau thermocyclen. Dengan metode ini waktu pemeriksaan juga banyak dipersingkat, lebih sensitif serta lebih spesifik pula. Pada metode ini analisis DNA dapat dilakukan dengan sistem dotblot yang berbentuk bulatan berwarna biru, sistem elektroforesis yang berbentuk pita DNA atau dengan pelacakan urutan basa dengan metode sekuensing.
Teknik PCR sangat sensitif selain melipatgandakan molekul DNA dan RNA tetapi juga mampu memisahkan gen-gen berkopi tunggal dari sekelompok sekuen genom dengan kapasitas (110 bp, 5 x 10-19 mol) dengan estimasi waktu yang 220 menit dengan volume 200.000 kali. Setelah 20 siklus reaksi konsep asli teknik PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen DNA yang akan dilipatgandakan harus lebih diketahui terlebih dahulu sebelum proses tersebut dilakukan berupa sekuen primer yakni suatu sekuen oligonukleutida pendek yang fungsinya sebagai pemula sintesis rantai DNA.
Teknik PCR yang digunakan dalam autopsi identifikasi seorang tidak bisa berdiri sendiri. Proses ini didukung dengan analisis genetis yang dapat membuktikan sebagai dasar untuk menganalisis genetik, yakni analisis sidik jari DNA (DNA finger printing). Teknik tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Jeffrey pada tahun 1985. Jeffrey menemukan bahwa pita DNA dari setiap individu dapat dilacak secara simultan pada banyak lokus sekaligus dengan pelacak DNA (DNA probe) yang diciptakannya. Dalam perkembangannya lebih lanjut, mulai ditemukan pelacak DNA yang hanya melacak satu lokus saja (single locus probe), yang berbeda dengan teknik Jeffrey yang menghasilkan banyak pita, disini pita yang muncul hanya 2 buah saja.
Proses penggunaan DNA dalam tes bisa dijelaskan sebagai berikut: hampir semua urutan nukleotida yang ditemukan dalam individu dalam spesies yang sama adalah identik. Maksudnya hampir semua urutan yang ditemukan dalam manusia mirip satu sama lain, demikian juga misalnya urutan nukleutida kambing. Namun, selalu terdapat suatu bagian untuk setiap individu yang urutannya berbeda. Yang terakhir inilah yang membuat setiap individu unik. Jadi kecuali orang kembar identik, setiap orang memiliki urutan nukleutida atau DNA yang unik.
Secara sederhana proses pengambilan DNA untuk keperluan tes digambarkan oleh Djaja Surya Atmadja sebagai berikut: pertama pengambilan sel tubuh yang akan diidentifikasi, kedua, sel tersebut kemudian dicampur bahan kimia proteinase untuk menghancurkan sel, sehingga dalam larutan tercampur antara protein, karbohidrat, lemak, DNA dan lainnya, ketiga, memisahkan bagian-bagian lainnya dengan DNA menggunakan larutan fenol yang akan melarutkan semua bahan kecuali DNA. DNA itu berupa larutan yang kental seperti ingus. Larutan itu diukur konsentrasinya untuk mengetahui kemurniannya dan diperbanyak dengan mesin.
Dalam suatu kasus, jika DNA sudah didapat, ahli forensik akan membandingkan DNA terdakwa dan DNA yang ditemukan dalam sperma, darah, akar rambut atau sel tubuh lainnya yang ditemukan di tempat kejadian perkara. DNA seseorang dapat dijadikan seperti sidik jari. Karena tidak praktis untuk membandingkan urutan dari bermilyar nukleutida dalam DNA, ahli forensik itu hanya akan membandingkan bagian DNA yang berbeda dari satu orang ke orang lain.
Metode identifikasi DNA yang terkenal adalah metode RFLPs (Restriction Fragment Length Polymorphism). Dengan teknik ini, enzim restriksi digunakan untuk memecah DNA pada lokasi-lokasi urutan nukleutida tertentu. Karena urutan ini akan ditemui ditempat yang berbeda dalam DNA orang yang berbeda, potongan-potongan yang didapat akan berbeda untuk orang yang satu dari orang yang lain. Potongan-potongan ini kemudian dipisahkan menurut massa molekul dan muatannya dengan elektroforesis.
Suatu probe, yakni rantai pendek DNA sintesis yang urutan nukleutidanya diketahui mengandung radioisotop, ditambahkan pada hasil pemisahan secara elektroforesis tadi. Probe ini akan berikatan dengan potongan DNA yang memiliki urutan basa nitrogen yang komplementer (A pada T dan G pada C). Tujuan digunakannya probe ini adalah untuk mendeteksi bagian DNA yang komplementer ini. Isotop radioaktif dalam probe akan mengalami peluruhan, yang meninggalkan jejak pada film yang akan berkorespondensi dengan pola potongan DNA yang terikat.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Djaja Surja Atmadja, Pemeriksaan Forensik pada Kasus Perkosaan dan Delik Susila lainnya (Kuliah Ilmu Kedokteran Forensik).
http://www.geocities.com/yosemite/rapids/1744/ cklforsik.html.
Surya Atmadja, Bukti Kekerasan Bukan Hanya di Kepala, http://www.tempo. co.id/harian/wawancara/waw-Djaja. html. Yoni F. Syukriani, “Tes DNA “Profiling” untuk Menentukan Ayah Kandung”, dalam Kompas, edisi Senin, 20 Mei 2002. Ismunandar, "Tes DNA: Usaha Mendeteksi Tindak Kejahatan dengan Kimia", dalam Kompas, edisi Jum’at 1 Maret 2002.