Konsep Harga menurut Teolog Muslim
Pada: February 21, 2013
Dalam terminologi Arab, harga yang adil antara lain adalah si’r al-mithl, staman al-mithl, dan qimah al-adl. Istilah qimah al-adl (harga yang adil) pernah digunakan oleh Rasulullah saw dalam mengomentari kompensasi bagi pembebasan budak.
Istilah qimah al-adl juga banyak digunakan loleh para hakim yang telah mengkodifikasikan hukum islam tentang transaksi bisnis dalam obyek barang cacat yang dijual, perebutan kekuasaan, memaksa penimbun barang untuk menjual barang tibunannya, membuang jaminan atas atas harta milik dan sebagainya. Konsep harga islam juga banyak menjadi daya tarik bagi para pemikir Islam dengan menggunakan kondisi ekonomi di sekitarnya dan pada massanya, pemikir tersebut adalah sebagai berikut ;
Konsep Harga Abu Yusuf
Abu Yusuf adalah seorang mufti pada kekhalifahan Harun al-Rasyid. Ia menulis buku pertama tentang sistem perpajakan dalam Islam yang berjudul Kitab al-Kharaj. Abu Yusuf tercatat sebagai ulama terawal yang mulai menyinggung mekanisme pasar.
Fenomena yang terjadi pada masa Abu Yusuf adalah, ketika terjadi kelangkaan barang maka harga cenderung akan tinggi, sedangkan pada saat barang tersebut melimpah, maka harga cenderung untuk turun atau lebih rendah.
Abu Yusuf mengatakan:
Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga dengan mahal tidak disebabkan karena kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Kadang makanan sangat sedikit tetapi murah.
Pandangan Abu Yusuf di atas menunjukkan adanya hubungan negatif antara persediaan (supply) dengan harga. Hal ini adalah benar bahwa harga itu tidak tergantung pada supply itu sendiri, oleh karena itu berkurangnya atau bertambahnya harga semata-mata tidak berhubungan dengan bertambah atau berkurangnya dalam penawaran.
Dalam hal ini, Abu Yusuf tampaknya menyangkal pendapat umum mengenai hubungan terbalik antara permintaan dengan harga. Pada kenyataannya harga tidak tergantung pada penawaran saja tetapi juga permintaan. Abu Yusuf menegaskan bahwa ada variabel lain yang mempengaruhi akan tetapi beliau tidak menjelaskan secara rinci.
Dalam analisis ekonomi pada masalah pengendalian harga, Abu Yusuf menentang penguasa yang menetapkan harga. Menurutnya harga merupakan ketentuan Allah. Maksudnya adalah harga akan terbentuk sesuai dengan hukum alam yang berlaku disuatu tempat dan waktu tertentu sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga itu sendiri. Pendapat Abu Yusuf ini relevan pada pasar persaingan sempurna dimana banyak penj ual dan banyak pembeli sehingga harga ditentukan oleh pasar.
Konsep Harga al-Ghazali
Seperti halnya para cendikiawan muslim terdahulu, perhatian al-Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak terfokus pada satu bidang tertentu tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Ia melakukan studi keislaman secara luas untuk mempertahankan ajaran agama Islam. Perhatiannya di bidang ekonomi terkandung dalam ilmu fikihnya karena pada hakikatnya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari fikih Islam.
Pemikiran sosio ekonomi al-Ghazali berakar pada sebuah konsep yang dia sebut sebagai fungsi kesejahteraan sosial Islami. Tema yang menjadi pangkal seluruh karyanya adalah konsep maslahat atau kesejahteraan bersama sosial atau utilitas (kebaikan bersama), yakni sebuah konsep yang mencakup semua aktivitas manusia dan membuat kaitan erat antara individu dengan masyarakat.
Menurut al-Ghazali hukum alam adalah segala sesuatu, yakni sebuah ekspresi berbagai hasrat yang timbul dari diri sendiri untuk saling memuaskan kebutuhan ekonomi. Begitu pula dengan pendapat al-Ghazali mengenai pasar merupakan keteraturan alami (natural order), yaitu hharga di pasar akan terbentuk secara alami sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga, dan pendapat al-Ghazali ini lebih cocok pada pasar persaingan sempurna.
Al-Ghazali menjelaskan secara eksplisit mengenai perdagangan regional, bahwa:
Praktek-praktek ini terjadi di berbagai kota dan negara. Orang-orang yang melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk mendapatkan alat-alat dan makanan dan membawanya ke tempat lain. Urusan ekonomi orang akhirnya diorganisasikan ke kota-kota yang mungkin tidak mempunyai alat-alat yang dibutuhkan, dan ke desa-desa yang mungkin tidak memiliki semua bahan makanan yang dibutuhkan. Keadaan inilah yang pada gilirannya menimbulkan kebutuhan alat transportasi. Terciptalah kelas pedagang regional dalam masyarakat. Motifnya tentu saja mencari keuntungan. Para pedagang ini bekerja keras memenuhi kebutuhan orang lain dan mendapatkan keuntungan dan makan oleh orang lain juga.
Walaupun al-Ghazali tidak menjelaskan konsep permintaan dan penawaran dalam terminologi modern. Terdapat banyak bagian dari buku-bukunya yang berbicara mengenai harga yang berlaku, seperti yang ditentukan oleh praktik-praktik pasar, sebuah konsep ini kemudian dikenal sebagi al-tsaman al-adl (harga yang adil) dikalangan ilmuwan Muslim atau equilibrium price (harga keseimbangan) dikalangan ilmuwan Eropa kontemporer.
Sejalan dengan konsep permintaan dan penawaran, menurutnya untuk kurva penawaran naik dari kiri naik ke bawah kanan atas dinyatakan sebagai, jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, maka ia akan menjual pada harga yang lebih murah. Sementara untuk kurva permintaan yang turun dari kiri atas ke kanan bawah dijelaskan sebagai harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan.
Seperti halnya pemikir lain pada masanya, al-Ghazali juga berbicara tentang harga yang biasanya langsung dihubungkan dengan keuntungan. Keuntungan belum secara jelas dikaitkan dengan pendapatan dan biaya. Bagi al-Ghazali keuntungan adalah kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis, dan ancaman diri keselamatan si pedagang. Walaupun ia tidak setuju dengan keuntungan yang berlebih untuk menjadi motivasi pedagang bagi al-Ghazali keuntungan sesungguhnya adalah keuntungan di akhirat kelak. Adapun keuntungan normal merutnya adalah berkisar antara 5 sampai 10 persen dari harga barang.
Konsep Harga Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah menjelaskan mengenai mekanisme pertukaran, ekonomi pasar bebas, dan bagai man kecenderungan harga terjadi sebagai akibat dari kekuatan permintaan dan penawaran. Jika permintaan terhadap barang meningkat sementara penawaran menurun harga akan naik. Begitu sebaliknya, kelangkaan dan melimpahnya barang mungkin disebabkan oleh tindakan yang adil, atau mungkin tindakan yang tidak adil.
Hal ini terjadi karena pada masanya ada anggapan bahwa penigkatan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan dari melanggar hukum dari pihak penjual, atau mungkin sebagai akibat manipulasi pasar.
Ibnu Taimiyah berkata:
Naik dan turunnya harga tak selalu berkaitan dengan kezaliman. (zulm) yang dilakukan seseorang. Sesekali alasannya adalah adanya kekurangan dalam produksi atau penurunan impor dari barang-barang yang diminta. Jika membutuhkan peningkatan jumlah barang sementara kemampuannya menurun, harga dengan sendirinya akan naik. Di sisi lain, jika kemampuan penyediaan barang meningkat dan permintaannya menurun, harga akan turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti diakibatkan oleh perbuatan seseorang. Bisa saja berkaitan dengan sebab yang takmelibatkan ketidakadilan. Atau sesekali bisa juga disebabkan ketidakadilan. Maha besar Allah yang menciptakan kemauan pada hatimanusia.
Menurut Ibnu Taimiyah, penawaran bisa datang dari produksi domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan.
Di sisi lain, Ibnu Taimiyah mengidentifikasi beberapa faktor lain yang menetukan permi ntaan dan penawaran yang mempengaruhi harga pasar, yaitu:
Keinginan masyarakat (raghbah) terhadap berbagai jenis barang yang berbeda dan selalu berubah-ubah. Prubahan ini sesuai dengan langka atau tidaknya barang-barang yang diminta. Semakin sedikit jumlah suatu barang yang tersedia akan semakin diminati masyarakat.
Jumlah para peminat (tullab) terhadap suatu barang. Jika jumlah masyarakat yang menginginkan suatu barang tersebut akan semakin meningkat, dan begitu pula sebaliknya.
Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang serta besar atau kecilnya tingkat dan ukuran kebutuhan. Apabila kebutuhan besar dan kuat, harga akan naik. Sebaliknya jika kebutuhan kecil dan lemah harga akan turun.
Kualitas pembeli. Jika pembeli adalah seorang yang kaya dan terpercaya dalam membeyar utang, harga yang diberikan lebih rendah. Sebaliknya, harga yang diberikan lebih tinggi jika pembeli adalah seorang yang sedang bangkrut, suka mengulur-ulur pembayaran utang serta mengingkari utang.
Jenis uang yang digunakan dalam transaksi. Harga akan lebih rendah jika pembayaran dilakukan dengan menggunakan uangyang umum dipakai daripada uang yang jarang dipakai.
Tujuan transaksi yang menghendaki adanya kepemilikan resiprokal diantara kedua belah pihak. Harga suatu barang yang telah tersedia di pasaran lebih rendah daripada harga suatu barang yang belum ada di pasaran. Begitu pula halnya harga akan lebih rendah jika pembayaran dilakukan secara tunai daripada pembayaran dilakukan secara angsuran.
Besar kecilnya biaya harus dikeluarkan oleh produsen atau penjual. Semakin besar biaya yang dibutuhkan oleh produsen atau penjualuntuk menghasilkan atau memperoleh barang akan semakin tinggi pula harga yang diberikan, dan begitu pula sebaliknya.
Jika transaksi telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada tetapi harga tetap naik, menurut Ibnu Taimiyah ini merupakan kehendak Allah. Maksudnya pelaku pasar bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan harga tetapi ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi harga, yang dalam hal ini dapat disebut dalam hukum alam dalam proses jual beli.
Konsep Harga Ibnu Khaldun
Dalam karyanya, Ibnu Khaldun membagi jenis barang menjadi barang kebutuhan pokok dan mewah. Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan selanjutnya populasinya akan bertambah banyak, maka harga-harga kebutuhan pokok akan mendapatkan prioritas pengadaannya. Akibatnya penawaran meni ngkat dan ini berarti turunnya harga. Sedangkan untuk barang-barang mewah, permintaannya akan menigkat sejalan dengan berkembangnya kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya harga barang mewah akan meningkat.
Bagi Ibnu Khaldun, harga adalah hasil dari hukum permintaan dan penawaran. Pengecualian satu-satunya dari hukum ini adalah harga emas dan perak, yang merupakan standar moneter. Semua barang-barang lain terkena fluktuasi harga yang tergantung pada pasar. Bila suatu barang langka dan banyak diminta, maka harganya tinggi. Jika suatu barang berlimpah maka harganya akan rendah.
Mekanisme penawaran dan permintaan dalam menentukan harga keseimbangan menurut Ibnu Khaldun, ia menjabarkan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk mendapatkan barang pada sisi permintaan. Setelah itu pada sisi penawaran, ia menjelaskan pula pangaruh meningkatnya biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lainnya di kota tersebut.
Hal ini menunjukan bahwa Ibnu Khaldun, sebagaimana Ibnu Taimiyah telah mengidentifikasi kekuatan permintaan dan penawaran sebagai penentu harga keseimbangan. Ibnu Khaldun kemudian mengatakan, keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan, sedangkan keuntungan yang sangat rendah akan membuat lesu perdagangan karena pedagang kehilangan motivasi. Sebaliknya, jika pedagang mengambil keuntungan sangat tinggi, juga akan membuat lesu perdagangan karena lemahnya permi ntaan konsumen.
Pendapat Ibnu Khaldun juga sama dengan pendapat tokoh-tokoh di atas, hanya yang membedakan dengan tokoh di atas adalah sudut pandang. Karena secara eksplisit Ibnu Khaldun menjelaskan jenis-jenis biaya yang membentuk penawaran dan Ibnu Khaldun lebih fokus menjelaskan fenomena yang tejadi.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Al-Ghazali, Ihya Ulumudin, (Beirut: Dar al-Nadwah, t.th). M. B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003). Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006). Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE, 2004). A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, (Jakarta: Bina Ilmu, 1997).