Solar Calendar; Pengertian dan Sejarah
Pada: February 11, 2013
Solar calendar dalam istilah lain disebut penanggalan Syamsiah, Miladiah, atau Masehi. Secara etimologi, solar calendar adalah sistem penanggalan yang mengacu terhadap siklus matahari, sehingga sebagian kalangan menyebutnya penanggalan surya atau matahari. Konsep perhitungan sistem penanggalan ini didasarkan pada lama perjalanan revolusi bumi mengorbit matahari.
Terdapat dua macam periode tahun lama revolusi bumi terhadap matahari dalam waktu satu tahun, yaitu tahun sideris dan tahun tropis. Tahun sideris adalah periode revolusi bumi mengelilingi matahari satu putaran (elips) penuh yang membutuhkan waktu selama 365,2564 hari, sedangkan tahun tropis adalah periode relatif revolusi bumi mengelilingi matahari terhadap titik musim semi yang membutuhkan waktu selama 365, 24225 18 hari. Salah satu jenis penanggalan yang masuk dalam kategori sistem ini yaitu penanggalan Masehi.
Penanggalan Masehi yang digunakan sekarang menggunakan pedoman perubahan musim sebagai konsekuensi dari gerak semu matahari. Penanggalan Masehi dirancang oleh seorang bangsa Romawi bernama Romulus sejak pendirian kota Roma pada 753 SM. Acuan yang digunakan adalah perubahan musim dari gerak semu matahari. Pijakan awal perhitungan adalah permulaan musim semi yang terjadi pada saat posisi matahari berada di titik vernal equinox sekitar tanggal 21 Maret.
Penanggalan ini pada mulanya terdiri atas 10 bulan dalam satu tahun yang berumur total 304 hari. Dari 10 bulan tersebut, terdapat empat bulan yang berumur 31 hari dan enam bulan yang umurnya 30 hari. Namun dalam regularitas perjalanan sistem ini, sekitar tahun 700 SM terdapat penambahan bulan oleh raja Numa Pompilus sebagai acuan musim dingin yang saat itu belum terprediksi, yaitu dengan menambahkan bulan ke-1 1 dan ke-12. Dalam perkembangannya kemudian, secara berurut bulan ke-1 1 dan ke-12 dinamakan Ianuarius dan Februarius.
Reformasi penanggalan kembali dilakukan dengan mengurangi satu hari pada tiap bulan yang memiliki angka genap (30 hari) sehingga menjadi ganjil (29 hari). Sementara bulan Ianuarius dan Februarius masing-masing berumur 28 hari. Maka jumlah hari dalam satu tahun adalah 354 hari.
Selanjutnya, satu hari ditambahkan pada bulan Ianuarius menjadi 29 hari, sehingga jumlah hari dalam satu tahun menjadi 355 hari. Akan tetapi masih terjadi disparitas ketepatan hari pelaksanakan terkait perayaan tahunan menyambut perubahan musim. Hingga pada 46 SM, raja Julius Caesar dibantu seorang matematikawan bangsa Alexandria bernama Sosigenes kemudian mereformasi sistem penanggalan ini. Dia mengawali konsep radikalnya dengan menyesuaian penanggalan dengan tahun tropis matahari, yaitu 3 65,25 hari. Selain itu, bulan ke-1 1 dipindahkan menjadi awal tahun dan Decemberis menjadi bulan ke-12.
Namun dalam perjalanan sistem ini ternyata masih terdapat kelebihan waktu dari titik musim yang sebenarnya. Terjadinya anomali yaitu selama kurun waktu 400 tahun, penanggalan ini mundur 3 hari. Kenyataan ini tentu menyulitkan bagi komunitas masyarakat yang berkeinginan memiliki acuan tetap untuk suatu perayaan yang bersandar pada pola sistem solar calendar. Sehingga apabila pergeseran ini dibiarkan, penanggalan ini tidak dapat dipergunakan kembali sebagai acuan perayaan karena terjadi carut-marut reguralitas musim dalam setahun.
Pada akhir abad XVI, para ahli kosmologi semakin memperhatikan anomali tersebut, yaitu awal musim semi tidak lagi jatuh pada 21 Maret. Jadi tahun Julian mempunyai kelebihan 4 menit tiap tahunnya. Imbasnya musim semi jatuh terlalu awal. Terdapat bukti kongkret yang terjadi tentang adanya disparitas perayaan keagamaan. Pada tahun 1582 M, saat kalangan Kristiani meyakini peristiwa wafatnya Isa Al-Masih yang jatuh pada Minggu setelah fase bulan purnama pasca matahari berada pada titik Aries atau sekitar 21 Maret, tetapi perayaan itu telah jatuh beberapa hari sebelumnya.
Kemudian oleh Paus Gregorius XIII yang dibantu pendeta ahli astronomi, Christopher Clavius pada tahun 1502 membuat terobosan dengan dua koreksi terhadap tahun Julian, yaitu koreksi terhadap kelebihan hitungan empat menit pada tiap tahun. Revolusi konsep radikal itu dilakukan melalui ketetapan bahwa tiap 100 tahun lebih menjadi 400 menit, 400 tahun lebih menjadi 1.600 menit.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ruswa Darsono, Penanggalan Islam Tinjauan Sistem, Fiqh, dan Hisab Penanggalan, (Yogyakarta: LABDA Press, 2010). L.E. Doggett, Calendar and Their History, the article is reprinted from Explanatory Supplement to the Astronomical Almanac, P. Kenneth Seidelmann (ed), (University Science Books, Sausalito, California, 2009). Moedji Raharto, Sistem Penanggalan Syamsiyah/Masehi, (Bandung: Penerbit ITB, 2001). Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyah dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publitica, 2007). Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa: Sejarah Sistem Penanggalan Masehi Hijriah, dan Jawa, (Semarang: IAIN Walisongo, 2009).