Teori Inteligensi Terkait dengan Berpikir Serial
Pada: June 08, 2013
Dengan menggunakan analisis faktor, penulis melihat bahwa inteligensi bukan bersifat tunggal, namun inteligensi memiliki cabang, sehingga teori inteligensi dan corak berpikir serial pun didukung oleh model inteligensi yang lain. Teori inteligensi yang berkaitan dengan berpikir serial adalah.
Teori Dwi Faktor (Two-Factors Theory), yang dikembangkan oleh ahli matematika bernama Charles Spearman. Ia mengembangkan teori inteligensi berdasarkan suatu faktor mental general atau umum yang diberi kode G, serta faktor spesifik yang diberi tanda S. Faktor G mewakili kekuatan mental general yang berfungsi dalam setiap tingkah laku mental individu, sedangkan faktor S menentukan tindakan-tindakan mental khusus untuk mengatasi masalah.
Teori Multi Faktor. Louis Thurstone tidak sependapat dengan adanya faktor G. Ia menyatakan inteligensi terdiri dari tujuh kemampuan mental primer yang disebut grup faktor atau faktor C, meliputi 1) penalaran numerik (number facility); 2) ingatan (memory); 3) makna verbal (ability in verbal relation), kemampuan menangkap hubungan percakapan bahasa; 4) kemampuan spasial, tajam penglihatan; 5) penalaran induktif (ability to deduce from presented data), menarik kesimpulan dari data-data yang ada; 6) kecepatan perseptual (speed of perception) 7) pemecahan masalah (problem solving).
Teori Inteligensi Kuantitas. Menurut Thorndike, ada 3 macam dimensi inteligensi, yakni level masalah yang timbul yang dapat seseorang pecahkan (altitude dimension), kualitas dimana masalah dapat dipecahkan (speed dimension), jumlah masalah pada level tertentu yang dapat dipecahkan (range dimension).
Teori Inteligensi Cair dan Inteligensi Kristal (Fluid Intelligence and Crystalized Intelligence). Teori ini dicetuskan pada 1960-an oleh Raymond Cattell dan John Horn. Teori ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori General Intelligence. Mereka membedakan antara kemampuan penyelesaian masalah yang tidak dapat diperoleh karena pengajaran dan bebas dari pengaruh kebudayaan (inteligensi cair) dan didapat dari sekolah atau pengaruh budaya lain (inteligensi kristal). Inteligensi cair berbasis pada sifat biologis. Adapun jenis pengukurannya yakni alasan umum, memori, jarak perhatian, dan analisis sejumlah kerangka yang merefleksikan inteligensi ini. Sedangkan inteligensi kristal adalah inteligensi yang diperoleh dari proses pembelajaran, pendidikan dan pengalaman hidup. Jenis inteligensi ini dapat terus meningkat, tidak ada batas maksimal, selama manusia masih bisa dan belajar. Kemampuan ini direfleksikan dengan tes kosakata, informasi umum dan kemampuan aritmetika.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998). Mustaqim, Psikologi Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001). E. Paul Torrance (ed.), Talent and Education: Present Status and Future Direction, (Minneapolis: University of Minnesota press, 1960).