Hukum Pernikahan Anak yang Lahir Tanpa Akad Nikah dalam KHI
Pada: September 12, 2013
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), dikenal istilah “anak yang lahir di luar pernikahan yang sah,” misalnya korban pemerkosaan, pengingkaran anak oleh ayah melalui pengadilan, salah sangka (disangka suami padahal bukan) tanpa diakui oleh ayah subhatnya terhadap anak subhatnya dan akibat pernikahan yang diharamkan tanpa diakui oleh ayah subhatnya terhadap anak subhatnya, maka mempunyai beberapa akibat hukum sebagai berikut :
Hubungan Nasab
Pasal 100 KHI dinyatakan bahwa anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga Ibunya saja. Hal demikian secara hukum, anak tersebut sama sekali tidak dapat dinisbahkan kepada ayah/bapak alami (genetiknya), meskipun secara nyata ayah/bapak alami (genetik) tersebut merupakan laki-laki yang menghamili wanita yang melahirkannya itu.
Meskipun secara sekilas tidak manusiawi dan tidak berimbang antara beban yang diletakkan di pundak pihak ibu saja, tanpa menghubungkan nya dengan laki-laki yang menjadi ayah/bapak genetik anak tersebut, namun ketentuan demikian dinilai menjunjung tinggi keluhuran lembaga perkawinan, sekaligus menghindari pencemaran terhadap lembaga pernikahan.
Nafkah
Oleh karena status anak tersebut menurut hukum hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya semata, maka yang wajib memberikan nafkah anak tersebut adalah ibunya dan keluarga ibunya saja.
Sedangkan bagi ayah/bapak alami (genetik), meskipun anak tesebut secara biologis merupakan anak yang berasal dari spermanya, namun secara yuridis formal sebagaimana maksud Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam di atas, tidak mempunyai kewajiban hukum memberikan nafkah kepada anak tersebut. Hal tersebut berbeda dengan anak sah.
Terhadap anak sah , ayah wajib memberikan nafkah dan penghidupan yang layak seperti nafkah, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya kepada anak-anaknya, sesuai dengan penghasilannya, sebagaimana ketentuan Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam, dalam ayah dan ibunya masih terikat tali perkawinan. Namun apabila ayah dan ibu anak tersebut telah bercerai, maka ayah tetap dibebankan memberi kepada anak-anaknya, sesuai dengan kemampuannya, sebaga imana maksud Pasal 105 huruf (c) dan Pasal 156 huruf (d) Kompilasi Hukum Islam.
Meskipun dalam kehidupan masyarakat ada juga ayah yang memberikan nafkah kepada anak yang demikian, maka hal tersebut pada dasarnya hanyalah bersifat manusiawi, bukan kewajiban yang dibebankan hukum sebagaimana kewajiban ayah terhadap anak asah. Oleh karena itu secara hukum anak tersebut tidak berhak menuntut nafkah dari ayah/bapak alami (genetiknya).
Hak-hak Waris
Sebagai akibat lanjut dari hubungan nasab seperti yang dikemukakan, maka anak tersebut hanya mempunyai hubungan waris-mewarisi dengan ibunya dan keluarga ibunya saja, sebagaimana yang ditegaskan pada Pasal 186 Kompilasi Hukum Islam; “ Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya”. Dengan demikian, maka anak tersebut secara hukum tidak mempunyai hubungan hukumsaling mewarisi dengan ayah/bapak alami (genetiknya).
Hak Perwalian
Apabila dalam suatu kasus bahwa anak yang lahir akibat dari perbuatan zinan (diluar perkawinan) tersebut ternyata wanita, dan setelah dewasa anak tersebut akan menikah, maka ayah/bapak alami (genetiknya) tersebut tidak berhak atau tidak sah untuk menikahkannya (menjadi wali nikah), sebagaimana ketentuan wali nikah yang ditentukan dalam Pasal 19 kompilasi Hukum Islam. Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, akil dan baligh.
Oleh karenanya terhadap kasus di atas wali nikahnya adalah wali hakim, karena termasuk kelompok yang tidak mempunyai wali.
Referensi Makalah®
Hubungan Nasab
Pasal 100 KHI dinyatakan bahwa anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga Ibunya saja. Hal demikian secara hukum, anak tersebut sama sekali tidak dapat dinisbahkan kepada ayah/bapak alami (genetiknya), meskipun secara nyata ayah/bapak alami (genetik) tersebut merupakan laki-laki yang menghamili wanita yang melahirkannya itu.
Meskipun secara sekilas tidak manusiawi dan tidak berimbang antara beban yang diletakkan di pundak pihak ibu saja, tanpa menghubungkan nya dengan laki-laki yang menjadi ayah/bapak genetik anak tersebut, namun ketentuan demikian dinilai menjunjung tinggi keluhuran lembaga perkawinan, sekaligus menghindari pencemaran terhadap lembaga pernikahan.
Nafkah
Oleh karena status anak tersebut menurut hukum hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya semata, maka yang wajib memberikan nafkah anak tersebut adalah ibunya dan keluarga ibunya saja.
Sedangkan bagi ayah/bapak alami (genetik), meskipun anak tesebut secara biologis merupakan anak yang berasal dari spermanya, namun secara yuridis formal sebagaimana maksud Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam di atas, tidak mempunyai kewajiban hukum memberikan nafkah kepada anak tersebut. Hal tersebut berbeda dengan anak sah.
Terhadap anak sah , ayah wajib memberikan nafkah dan penghidupan yang layak seperti nafkah, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya kepada anak-anaknya, sesuai dengan penghasilannya, sebagaimana ketentuan Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam, dalam ayah dan ibunya masih terikat tali perkawinan. Namun apabila ayah dan ibu anak tersebut telah bercerai, maka ayah tetap dibebankan memberi kepada anak-anaknya, sesuai dengan kemampuannya, sebaga imana maksud Pasal 105 huruf (c) dan Pasal 156 huruf (d) Kompilasi Hukum Islam.
Meskipun dalam kehidupan masyarakat ada juga ayah yang memberikan nafkah kepada anak yang demikian, maka hal tersebut pada dasarnya hanyalah bersifat manusiawi, bukan kewajiban yang dibebankan hukum sebagaimana kewajiban ayah terhadap anak asah. Oleh karena itu secara hukum anak tersebut tidak berhak menuntut nafkah dari ayah/bapak alami (genetiknya).
Hak-hak Waris
Sebagai akibat lanjut dari hubungan nasab seperti yang dikemukakan, maka anak tersebut hanya mempunyai hubungan waris-mewarisi dengan ibunya dan keluarga ibunya saja, sebagaimana yang ditegaskan pada Pasal 186 Kompilasi Hukum Islam; “ Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya”. Dengan demikian, maka anak tersebut secara hukum tidak mempunyai hubungan hukumsaling mewarisi dengan ayah/bapak alami (genetiknya).
Hak Perwalian
Apabila dalam suatu kasus bahwa anak yang lahir akibat dari perbuatan zinan (diluar perkawinan) tersebut ternyata wanita, dan setelah dewasa anak tersebut akan menikah, maka ayah/bapak alami (genetiknya) tersebut tidak berhak atau tidak sah untuk menikahkannya (menjadi wali nikah), sebagaimana ketentuan wali nikah yang ditentukan dalam Pasal 19 kompilasi Hukum Islam. Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, akil dan baligh.
Oleh karenanya terhadap kasus di atas wali nikahnya adalah wali hakim, karena termasuk kelompok yang tidak mempunyai wali.
Referensi Makalah®