Konsep Pendidikan Moral dan Pendidikan Akhlak
Pada: January 13, 2014
Pendidikan akhlak kerap dikaitkan dengan pendidikan moral, namun sebenarnya berbeda. Perbedaan pendidikan akhlak dengan pendidikan moral dapat dilihat dari pemaknaan masing-masing.
Perbedaan Pendidikan akhlak dan pendidikan moral
Pendidikan moral berasal dari kata pendidikan dan moralitas. Pendidikan dan moralitas sangat terkait dengan kemanusiaan, karena pendidikan, moralitas dan kemanusiaan adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pendidikan hanya untuk pria dan pria karena pendidikan. Ini akan dipelajari makna pendidikan dari dua aspek: aspek etimologis dan terminologis.
Ketika sampai pada moral, ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan moralitas. Secara etimologis, moralitas (Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti moralitas, temperamen, perilaku atau perilaku. Ini berakar pada kata khalaqa yang berarti menciptakan.
Dalam kata Khaliq (Pencipta), makhluq (ciptaan) dan khalq (ciptaan). Kesamaan akar menyiratkan bahwa dalam moralitas mencakup gagasan ketidakcocokan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dan perilaku manusia atau dengan kata lain, perilaku satu terhadap yang lain dan lingkungan barunya mengandung nilai-nilai moral tertinggi sementara tindakan atau perilaku didasarkan pada kehendak Khaliq (Tuhan).
Moralitas bukan hanya seperangkat aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar manusia, tetapi juga aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan bahkan alam semesta.
Secara terminologis, ada beberapa definisi moral dan akhlak, termasuk yang merupakan sifat bawaan manusia yang tertanam dalam jiwa mereka dan selalu hadir di dalamnya. Ia dapat lahir dari perbuatan baik, disebut kebajikan, perbuatan buruk, disebut kebajikan menurut konstruksinya.
Spontanitas karakter dapat diilustrasikan dalam contoh berikut. Ketika seseorang memberikan kontribusi besar untuk pengembangan masjid setelah dorongan dari seseorang (yang memberikan ayat dan hadis tentang pentingnya membangun masjid di dunia), maka orang tersebut tidak dapat dikatakan murah hati, karena kemurahan hatinya lahir setelah menerima dorongan dari luar, dan belum tentu muncul di kesempatan lain.
Mungkin saja, tanpa dorongan seperti itu, ia tidak akan berkontribusi, atau bahkan berkontribusi dalam jumlah kecil. Tetapi sementara tidak ada dorongan baginya untuk berkontribusi, kapan saja dan di mana saja, dapat dikatakan bahwa dia murah hati.
Dari perspektif tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak adalah penanaman nilai-nilai moral, kebiasaan atau kebiasaan yang harus dimiliki dan diadopsi oleh anak-anak, dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
Tujuan pendidikan akhlak terkait erat dengan tujuan pendidikan Islam yang berbicara tentang nilai-nilai idealis Islam. Ini menyiratkan bahwa tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah tujuan mewujudkan cita-cita Islam. Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam harus berorientasi pada kenyataan bahwa pendidikan mencakup beberapa aspek:
1) Tujuan dan tugas hidup manusia. Manusia diciptakan dengan melaksanakan tujuan dan tugas hidup tertentu, tujuan manusia diciptakan hanya untuk Tuhan, tugas mereka adalah ibadah dan tugas mewakili Tuhan di bumi.
2) Mempertimbangkan sifat dasar manusia, ia diciptakan sebagai khilafah di bumi untuk beribadah, dilengkapi dengan banyak fitur yang bergantung pada kebenaran Tuhan sejauh kapasitas dan kapasitas ada.
3) Melakukan dan beradaptasi dengan dinamika kehidupan masyarakat yang terus berkembang, dalam upaya memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
4) Dimensi kehidupan ideal Islam, dimensi nilai-nilai Islam yang menekankan keseimbangan dan harmoni kehidupan duniawi dan sekuler.
Sehubungan dengan moralitas, tujuan pendidikan akhlak dalam diskusi ini adalah tujuan yang ingin dicapai dengan pendidikan, konstruksi dan penanaman moralitas. Apa yang ingin dicapai dalam pendidikan akhlak tidak berbeda dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Tujuan tertinggi agama adalah untuk menciptakan kebahagiaan di dua desa (dunia dan akhirat), kesempurnaan jiwa bagi individu dan penciptaan kebahagiaan, kemakmuran, kekuatan dan ketabahan bagi masyarakat.
Tujuan dari pendidikan akhlak adalah untuk menciptakan orang-orang dengan karakter yang baik, tekad yang keras kepala, sopan santun dalam ucapan dan perbuatan, mulia dalam ucapan dan perbuatan, berbudi luhur dalam perilaku dan temperamen, bijak, sempurna, sopan dan sipil, murni dan suci.
Sumber Daya dan Lingkup Pendidikan Akhlak
Sumber akhlak adalah Al-Quran dan Sunnah, etika, kesopanan, opini publik serta konsep etika dan moral. Dalam konsep akhlak, segala sesuatu dinilai baik atau buruk, dipuji atau dihina, semata-mata untuk tujuan hidup.
Muhammad Abdullah Diraz membagi ruang lingkup akhlak menjadi lima bagian:
1. Akhlaq Pribadi (al-akhlaq al-fardiyah). Ini terdiri dari: (a) memerintahkan (al-awam), (b) dilarang (an-na-tempat), (c) diizinkan (al-mubahat) dan (d) moralitas dalam keadaan darurat (al-mukhalafah bial -idhthirar).
2. Akhlak Keluarga (al-akhlaq al-usariyah). Ini terdiri dari: (a) kewajiban timbal balik orang tua dan anak-anak (nahwa-al-ushul - wa al-furu '), (b) kewajiban suami-istri (perkawinan al-azwaj) dan (c) kewajiban terhadap kerabat dekat ( tergantung pada apakah al-a qaribh).
3. Akhlak Komunitas (al-akhlaq al-ijtima'iyyah). Terdiri dari: (a)
dilarang (al-mabzhurat), (b) memerintahkan (al-layir) dan (c) aturan sopan santun (qa wa'idal-sopan santun).
4. Akhlak Nasional (ad-dlla). Ini terdiri dari: (a) hubungan antara para pemimpin dan orang-orang (al-'alaqah baina ar-rais wa as-sya'b), dan (b) hubungan luar negeri (al-'alaqatal-kharijiyyah).
5. Akhlaq Keagamaan (al-akhlaq ad-diniyyah), yang merupakan kewajiban kepada Allah swt.
Jika definisi akhlak seperti yang dijelaskan sebelumnya dipertimbangkan dengan hati-hati, akan tampak bahwa ruang lingkup wacana akhlak adalah untuk membahas tindakan manusia, dan kemudian menentukan apakah itu tindakan yang baik atau buruk.
Ilmu akhlak juga dapat disebut sebagai pengetahuan yang berisi diskusi dalam upaya memahami perilaku manusia, dan kemudian memberikan nilai atau hukum pada tindakan tersebut, yaitu apakah tindakan itu milik baik atau buruk.
Masalah mendasar yang dibahas dalam ilmu akhlak pada dasarnya adalah tindakan manusia. Tindakan itu kemudian ditentukan oleh kriteria baik atau buruknya. Dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakan bahwa objek ilmu akhlak adalah untuk membahas tindakan manusia dan kemudian tindakan itu baik atau buruk.
Referensi Papers®
Perpustakaan:
Mansur Isna, Wacana Pendidikan Islam , (Yogyakarta: Global Main Library, 2001). Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam , (Jakarta: Yang Mulia, 2002). Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf , (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002). Yatimin Abdullah, Studi Moral dalam Perspektif Al-Quran , (Jakarta: Amzah, 2007).