Teori Idea Plato
Pada: February 15, 2014
Plato adalah seorang filsuf dari Yunani, Plato dilahirkan pada tahun 427 SM dalam keluarga yang terkemuka dari kalangan politikus di Athena.
Ia mendapat pendidikan ilmu politik yang cukup baik dari seorang politikus yang bernama Pyrilampes. Dan selama delapan tahun ia juga menjadi murid Sokrates, semula ia ingin menjadi seorang politikus, tetapi setelah kematian Sokrates ia kehilangan ambisinya untuk menjadi seorang politikus.
Pada usia 40 tahun ia pergi ke Italia untuk mempelajari ajaran mazhab Pythagorean. Sesudah kembali dari Italia dan Sisilia, Plato mendirikan sebuah sekolah yang dinamakan Akademia. Melalui sekolah ini, Plato memberikan pendidikan intensif dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat kepada orang-orang muda yang akan menjadi pemimpin politik.
Plato memimpin Akademia selama 40 tahun, hingga kematian menjemputnya. Pada masa hidupnya dia banyak menghasilkan buah pikirannya, diantaranya tentang teori idea.
Dalam pemikiran Plato berhasil menjembatani pertentangan pendapat antara dua filsuf besar Yunani yang hidup sebelum Sokrates, yaitu Herakleitos dan Parminides. Herakleitos berpendapat bahwa segala yang ada itu sedang menjadi dan selalu berubah. Sedangkan Paraminides berpendapat bahwa segala yang ada adalah tetap, tidak mengenal perubahan.
Plato berusaha mendamaikan dua pendapat yang saling bertentangan dan seakan membentuk dua kutub yang berlawanan. Plato menerima baik kedua pendapat yang saling berlawanan itu, karena kedua pendapat tersebut mengandung kebenaran yang keduanya dapat saling melengkapi.
Menurut Plato, realitas terdiri dari dua dunia, yaitu: di dunia yang dapat disaksikan dengan panca indera dan dunia yang tidak dapat disaksikan dengan panca indera, tetapi dapat dipikirkan. Realitas dalam dunia yang dilihat dengan panca indera adalah dunia materi yang banyak mengalami perubahan. Realitas itu bersifat khusus, banyak dan dinamis. Kekhususan tersebut menyebabkan kita dapat membedakan realitas yang satu dengan yang lainnya. Sebaliknya pada realitas ini yang kedua adalah realitas sempurna atau ideal. Di sini realitas bersifat umum, satu dan statis.
Realitas tediri dari idea-idea yang berada dalam pikiran kita. Hal ini tidak berarti bahwa ide dalam pikiran dan bersifat subyektif semata. Idea ini bersifat obyektif, dalam arti tidak terikat pada subyek yang berpikir. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, tetapi justru memimpin pikiran manusia. Dari kesaksian panca indera kita mengetahui bahwa tiap manusia adalah unik, berbeda satu dengan yang lainnya. Tetapi dengan akal, kita dapat berpikir dan mengetahui bahwa mereka itu semua adalah sama, dalam arti semua sama manusia, karena tiap manusia mempunyai ide kemanusiaan.
Teori idea Plato menegaskan bahwa ide manusia itu tidak terungkap secara sempurna pada seorang manusia tertentu, tiap-tiap manusia mengungkapkan idea kemanusiaannya dengan cara yang berbeda satu dari yang lainnya. Hal inilah yang kita saksikan melalui panca indera, bahwa tiap-tiap manusia itu berbeda satu sama yang lain. Segala realitas yang kita saksikan melalui panca indera mengungkapkan idea kediriannya dengan cara masing-masing dan memimpin pikiran kita untuk dapat mengetahui idea kediriannya secara umum.
Teori Idea Plato bersifat umum dan kekal, tidak mengenal perubahan dan gerak. Suatu idea harus dapat menunjuk pada tiap obyek realitas yang diwakilinya, tanpa mengenal ruang dan waktu. Idea manusia harus mampu menunjuk seluruh manusia yang ada.
Lebih lanjut lagi, teori Idea Plato didasarkan pada perbedaan antara realitas (pengetahuan) dan penampakan (opini), menurut Plato pengetahuan adalah tentang dunia abadi yang supra inderawi, absolut dan abadi.
Sedangkan opini adalah tentang dunia yang tampil pada indera, akan tetapi ada satu segi yang amat penting yakni teori tentang idea-idea. Teori ini sebagian bersifat logis, sebagian lagi metafisis. Bagian logisnya berkaitan dengan kata-kata umum. Menurut teori ini, dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah warna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai bayangan , hakekatnya adalah tiruan dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka dunia pengalaman ini berubah-ubah dan bermacam-macam, sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak sempurna dari dunia idea. Keadaan idea sendiri bertingkat-tingkat.
Tingkat idea yang tertinggi adalah idea kebaikan, di bawahnya adalah idea jiwa dunia, yang menggerakkan dunia. Berikutnya adalah idea keindahan. Semisal, ada banyak binatang individual yang dengan tegas kata kucing? Jelas sesuatu yang berbeda dengan setiap kucing partikular yang ada. Seekor binatang adalah kucing, demikianlah tampaknya, karena binatang itu memiliki ciri-ciri umum yang lazimnya ada pada semua kucing. Bahasa tak berfungsi tanpa kata-kata umum kucing, dan jelas bahwa kata-kata tersebut bukannya tak bermakna. Tetapi jika kata kucing berarti sesuatu, arti itu bukanlah kucing ini atau itu, melainkan semacam kekucingan universal.
Plato menjelaskan bahwa, jika ada sejumlah individu memiliki nama yang sama, tentunya mereka memiliki satu idea bersama. Sebagai contoh, meskipun terdapat banyak keranjang, sebetulnya hanya ada satu idea. Sebagaimana bayangan pada cermin hanyalah penampakan dan tidak real, demikian pula pelbagai ranjang partikular pun tidak real, dan hanya tiruan dari idea, yang merupakan satu-satunya keranjang yang real dan diciptakan oleh Tuhan. Mengenai ranjang yang satu ini, yakni yang diciptakan oleh Tuhan, kita bisa memperoleh pengetahuan, tetapi mengenai pelbagai ranjang yang dibuat tukang kayu, yang bisa kita peroleh hanya opini.
Lebih jauh lagi Plato berpendapat bahwa hakekat atau esensi suatu realitas bukan hanya sebutan, tetapi memiliki kenyataan, yang lepas daripada sesuatu yang berada secara konkrit, yaitu yang disebut idea. Menurut Plato idea-idea itu sungguh-sungguh ada yaitu dalam dunia ideal yang dapat dipikirkan dan diketahui kekal. Dunia ideal ini terdapat banyak idea. Tetapi tiap idea itu adalah satu, tidak mengenal kejamakan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan: Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat (dan kaitannya dengan kondisi sosio politik dari zaman kuno sampai sekarang) (Pustaka Pelajar, Terj. Sigit Jatmiko (ed. All.), Yogyakarta, 2002). M.A.W Brouwer, Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sezaman, (Penerbit Alumni : Bandung, tt)
Ia mendapat pendidikan ilmu politik yang cukup baik dari seorang politikus yang bernama Pyrilampes. Dan selama delapan tahun ia juga menjadi murid Sokrates, semula ia ingin menjadi seorang politikus, tetapi setelah kematian Sokrates ia kehilangan ambisinya untuk menjadi seorang politikus.
Pada usia 40 tahun ia pergi ke Italia untuk mempelajari ajaran mazhab Pythagorean. Sesudah kembali dari Italia dan Sisilia, Plato mendirikan sebuah sekolah yang dinamakan Akademia. Melalui sekolah ini, Plato memberikan pendidikan intensif dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat kepada orang-orang muda yang akan menjadi pemimpin politik.
Plato memimpin Akademia selama 40 tahun, hingga kematian menjemputnya. Pada masa hidupnya dia banyak menghasilkan buah pikirannya, diantaranya tentang teori idea.
Dalam pemikiran Plato berhasil menjembatani pertentangan pendapat antara dua filsuf besar Yunani yang hidup sebelum Sokrates, yaitu Herakleitos dan Parminides. Herakleitos berpendapat bahwa segala yang ada itu sedang menjadi dan selalu berubah. Sedangkan Paraminides berpendapat bahwa segala yang ada adalah tetap, tidak mengenal perubahan.
Plato berusaha mendamaikan dua pendapat yang saling bertentangan dan seakan membentuk dua kutub yang berlawanan. Plato menerima baik kedua pendapat yang saling berlawanan itu, karena kedua pendapat tersebut mengandung kebenaran yang keduanya dapat saling melengkapi.
Menurut Plato, realitas terdiri dari dua dunia, yaitu: di dunia yang dapat disaksikan dengan panca indera dan dunia yang tidak dapat disaksikan dengan panca indera, tetapi dapat dipikirkan. Realitas dalam dunia yang dilihat dengan panca indera adalah dunia materi yang banyak mengalami perubahan. Realitas itu bersifat khusus, banyak dan dinamis. Kekhususan tersebut menyebabkan kita dapat membedakan realitas yang satu dengan yang lainnya. Sebaliknya pada realitas ini yang kedua adalah realitas sempurna atau ideal. Di sini realitas bersifat umum, satu dan statis.
Realitas tediri dari idea-idea yang berada dalam pikiran kita. Hal ini tidak berarti bahwa ide dalam pikiran dan bersifat subyektif semata. Idea ini bersifat obyektif, dalam arti tidak terikat pada subyek yang berpikir. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, tetapi justru memimpin pikiran manusia. Dari kesaksian panca indera kita mengetahui bahwa tiap manusia adalah unik, berbeda satu dengan yang lainnya. Tetapi dengan akal, kita dapat berpikir dan mengetahui bahwa mereka itu semua adalah sama, dalam arti semua sama manusia, karena tiap manusia mempunyai ide kemanusiaan.
Teori idea Plato menegaskan bahwa ide manusia itu tidak terungkap secara sempurna pada seorang manusia tertentu, tiap-tiap manusia mengungkapkan idea kemanusiaannya dengan cara yang berbeda satu dari yang lainnya. Hal inilah yang kita saksikan melalui panca indera, bahwa tiap-tiap manusia itu berbeda satu sama yang lain. Segala realitas yang kita saksikan melalui panca indera mengungkapkan idea kediriannya dengan cara masing-masing dan memimpin pikiran kita untuk dapat mengetahui idea kediriannya secara umum.
Teori Idea Plato bersifat umum dan kekal, tidak mengenal perubahan dan gerak. Suatu idea harus dapat menunjuk pada tiap obyek realitas yang diwakilinya, tanpa mengenal ruang dan waktu. Idea manusia harus mampu menunjuk seluruh manusia yang ada.
Lebih lanjut lagi, teori Idea Plato didasarkan pada perbedaan antara realitas (pengetahuan) dan penampakan (opini), menurut Plato pengetahuan adalah tentang dunia abadi yang supra inderawi, absolut dan abadi.
Sedangkan opini adalah tentang dunia yang tampil pada indera, akan tetapi ada satu segi yang amat penting yakni teori tentang idea-idea. Teori ini sebagian bersifat logis, sebagian lagi metafisis. Bagian logisnya berkaitan dengan kata-kata umum. Menurut teori ini, dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah warna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai bayangan , hakekatnya adalah tiruan dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka dunia pengalaman ini berubah-ubah dan bermacam-macam, sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak sempurna dari dunia idea. Keadaan idea sendiri bertingkat-tingkat.
Tingkat idea yang tertinggi adalah idea kebaikan, di bawahnya adalah idea jiwa dunia, yang menggerakkan dunia. Berikutnya adalah idea keindahan. Semisal, ada banyak binatang individual yang dengan tegas kata kucing? Jelas sesuatu yang berbeda dengan setiap kucing partikular yang ada. Seekor binatang adalah kucing, demikianlah tampaknya, karena binatang itu memiliki ciri-ciri umum yang lazimnya ada pada semua kucing. Bahasa tak berfungsi tanpa kata-kata umum kucing, dan jelas bahwa kata-kata tersebut bukannya tak bermakna. Tetapi jika kata kucing berarti sesuatu, arti itu bukanlah kucing ini atau itu, melainkan semacam kekucingan universal.
Plato menjelaskan bahwa, jika ada sejumlah individu memiliki nama yang sama, tentunya mereka memiliki satu idea bersama. Sebagai contoh, meskipun terdapat banyak keranjang, sebetulnya hanya ada satu idea. Sebagaimana bayangan pada cermin hanyalah penampakan dan tidak real, demikian pula pelbagai ranjang partikular pun tidak real, dan hanya tiruan dari idea, yang merupakan satu-satunya keranjang yang real dan diciptakan oleh Tuhan. Mengenai ranjang yang satu ini, yakni yang diciptakan oleh Tuhan, kita bisa memperoleh pengetahuan, tetapi mengenai pelbagai ranjang yang dibuat tukang kayu, yang bisa kita peroleh hanya opini.
Lebih jauh lagi Plato berpendapat bahwa hakekat atau esensi suatu realitas bukan hanya sebutan, tetapi memiliki kenyataan, yang lepas daripada sesuatu yang berada secara konkrit, yaitu yang disebut idea. Menurut Plato idea-idea itu sungguh-sungguh ada yaitu dalam dunia ideal yang dapat dipikirkan dan diketahui kekal. Dunia ideal ini terdapat banyak idea. Tetapi tiap idea itu adalah satu, tidak mengenal kejamakan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan: Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat (dan kaitannya dengan kondisi sosio politik dari zaman kuno sampai sekarang) (Pustaka Pelajar, Terj. Sigit Jatmiko (ed. All.), Yogyakarta, 2002). M.A.W Brouwer, Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sezaman, (Penerbit Alumni : Bandung, tt)