Pengertian Amanat dalam al-Quran
Pada: August 16, 2014
Pengertian amanat dalam al-Quran adalah kewajiban yang harus dijaga oleh muslim serta dengan senantiasa meminta pertolongan kepada Allah agar bisa menjaga amanat itu. Amanat mempunyai arti yang luas, mencakup berbagai pengertian, namun substansinya bahwa orang harus mempunyai perasaan tangungjawab terhadap apa yang dipikulkan di atas pundaknya. Sadar bahwa semuanya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan.
Amanat dalam pengertian luas, yaitu mengenai tanggungjawab manusia, baik kepada Allah yang menciptakannya maupun terhadap sesama makhluk. Kewajiban dan tanggung jawab itu adalah demikian berat, sehingga makhluk-makhluk lain selain dari manusia, tidak berani menerima dan memikulnya, hal tersebut di firmankan Allah swt dalam al-Quran QS. al-Ahzab (33) : 72:
Ada amanat yang merupakan kepercayaan yang diberikan kepada seseorang, misalnya berutang tanpa runguan, karena dipercayakan oleh orang yang berpiutan. Maka amanat ini hendaklah dipenuhi, dengan pengertian hutang dibayar dengan penuh menurut waktunya. Amanat taklif inilah yang paling berat dan besar.
Makhluk-makhluk Allah yang besar, seperti langit, bumi, matahari, bulan, dan bintang-bintang, gunung-gunung, lautan dan pohon-pohon serta yang lain-lainnya, tidak sanggup memikulnya. Lalu manusia karena kelebihan-kelebihan yang diberikan Allah kepadanya, berupa akal pikiran, perasaan, kehendak dan lain-lain sebagainya, mau menanggungnya karena itu ia mendapat kehormatan dari Allah swt. Tuhan memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepadanya (Adam).
Setelah Allah swt. menerangkan bahwa betapa besar perkara taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bahwa orang yang memelihara ketaatan tersebut akan memperoleh kemenangan yang besar, dan orang yang meninggalkan akan mendapatkan azab, lalu dilanjutkan dengan menerangkan betapa besar hal yang berkaitan dengan ketaatan tersebut, yaitu melakukan beban-beban syariat, dan bahwa prakteknya sangat berat dan sukar bagi jiwa. Kemudian, diterangkan pula bahwa ketaatan yang mereka lakukan atau penolakan yang berupa tidak menerima dan tidak melazimkan diri melakukannya, semua itu tidaklah karena pemaksaan.
Menurut Hamka dalam tafsirnya (baca: biografi HAMKA), bahwa Ayat tersebut bermaksud meng-gambarkan secara majâz atau dengan ungkapan, betapa berat amanat itu, sehingga gunung-gunung, bumi dan langit pun tidak bersedia, memikulnya yang mampu mengemban amanat, karena manusia diberi kemampuan oleh Allah, walaupun mereka ternyata kemudian berbuat zhalim, terhadap dirinya, sendiri, maupun ornag lain serta bertindak bodoh dengan mengkhianati amanat itu.
Manusia disebut amat dzalim karena ia menyadari batas kemampuannya, tetapi ia berani bertindak melampauinya; ia disebut amat bodoh karena ia berani bertindak mempunyai kesanggupan yang tidak diketahui batas-batasnya. Ia hanya mempunyai akal yang dapat memberi petunjuk tentang pelaksanaan amanat (beban agama) yang telah dipikulnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan: Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989). Mustafa Ahmad al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi (Cet. II; Juz X, Kairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974). H. Fahurddin HS, Ensiklopedia al–Qur'an jilid I (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992).
Amanat dalam pengertian luas, yaitu mengenai tanggungjawab manusia, baik kepada Allah yang menciptakannya maupun terhadap sesama makhluk. Kewajiban dan tanggung jawab itu adalah demikian berat, sehingga makhluk-makhluk lain selain dari manusia, tidak berani menerima dan memikulnya, hal tersebut di firmankan Allah swt dalam al-Quran QS. al-Ahzab (33) : 72:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. al-Maraghy menyatakan bahwa pengertian amanat yakni segala sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik berupa perintah maupun larangan, tentang urusan-urusan agama dan dunia. Dan yang dimaksud di sini ialah beban-beban agama. Beban-beban agama disebut amanat, karena merupakan hak-hak yang diwajibkan oleh Allah atas orang-orang mukallaf dan dipercayakan kepada mereka agar dilaksanakan dan diwajibkan atas mereka agar diterima dengan penuh kepatuhan dan ketaatan, bahkan mereka disuruh menjaga dan melaksanakannya tanpa melalaikan sedikitpun amanat itu.
Ada amanat yang merupakan kepercayaan yang diberikan kepada seseorang, misalnya berutang tanpa runguan, karena dipercayakan oleh orang yang berpiutan. Maka amanat ini hendaklah dipenuhi, dengan pengertian hutang dibayar dengan penuh menurut waktunya. Amanat taklif inilah yang paling berat dan besar.
Makhluk-makhluk Allah yang besar, seperti langit, bumi, matahari, bulan, dan bintang-bintang, gunung-gunung, lautan dan pohon-pohon serta yang lain-lainnya, tidak sanggup memikulnya. Lalu manusia karena kelebihan-kelebihan yang diberikan Allah kepadanya, berupa akal pikiran, perasaan, kehendak dan lain-lain sebagainya, mau menanggungnya karena itu ia mendapat kehormatan dari Allah swt. Tuhan memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepadanya (Adam).
Setelah Allah swt. menerangkan bahwa betapa besar perkara taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bahwa orang yang memelihara ketaatan tersebut akan memperoleh kemenangan yang besar, dan orang yang meninggalkan akan mendapatkan azab, lalu dilanjutkan dengan menerangkan betapa besar hal yang berkaitan dengan ketaatan tersebut, yaitu melakukan beban-beban syariat, dan bahwa prakteknya sangat berat dan sukar bagi jiwa. Kemudian, diterangkan pula bahwa ketaatan yang mereka lakukan atau penolakan yang berupa tidak menerima dan tidak melazimkan diri melakukannya, semua itu tidaklah karena pemaksaan.
Menurut Hamka dalam tafsirnya (baca: biografi HAMKA), bahwa Ayat tersebut bermaksud meng-gambarkan secara majâz atau dengan ungkapan, betapa berat amanat itu, sehingga gunung-gunung, bumi dan langit pun tidak bersedia, memikulnya yang mampu mengemban amanat, karena manusia diberi kemampuan oleh Allah, walaupun mereka ternyata kemudian berbuat zhalim, terhadap dirinya, sendiri, maupun ornag lain serta bertindak bodoh dengan mengkhianati amanat itu.
Manusia disebut amat dzalim karena ia menyadari batas kemampuannya, tetapi ia berani bertindak melampauinya; ia disebut amat bodoh karena ia berani bertindak mempunyai kesanggupan yang tidak diketahui batas-batasnya. Ia hanya mempunyai akal yang dapat memberi petunjuk tentang pelaksanaan amanat (beban agama) yang telah dipikulnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan: Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989). Mustafa Ahmad al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi (Cet. II; Juz X, Kairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974). H. Fahurddin HS, Ensiklopedia al–Qur'an jilid I (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992).