Sikap Para Sahabat Saat Penulisan Wahyu al-Quran
Pada: October 31, 2014
Ada beberapa kisah sahabat saat menulis wahyu Al-Quran. Kisah ini termasuk dalam dua majalah penulisan al-Quran, yaitu periode Mekah dan Madinah; (baca: polemik seputar al-Quran)
Meski diucapkan secara lisan, al-Quran sendiri secara konsisten disebut sebagai buku tertulis. Ini menunjukkan bahwa wahyu dicatat secara tertulis. Pada dasarnya ayat-ayat al-Quran ditulis sejak awal perkembangan Islam, meskipun komunitas yang baru lahir masih menderita kekejaman yang dilepaskan oleh orang-orang kafir Quraisy.
Ini adalah kisah Umar bin al-Khattab sejak dia bergabung dengan Islam yang akan kita gunakan sebagai penjelasan masalah ini. Suatu hari Umar keluar dari rumahnya dengan pedang terhunus untuk mencoba menembus leher Muhammad. Beberapa teman berkumpul di sebuah rumah di bukit Safa. Mereka berusia empat puluhan, termasuk wanita. Di antara mereka adalah paman-paman Muhammad, Hamzah, Abu Bakar, Ali, dan lainnya yang tidak beremigrasi ke Ethiopia. Nu'aim tanpa sengaja berlari dan bertanya ke mana Umar pergi. "Saya ingin menghancurkan Muhammad, orang yang membuat orang Quraisy berkhianat dengan agama nenek moyang mereka dan mereka tercabik-cabik dan dia (Muhammad) memfitnah cara hidup kita, agama, dan para dewa. Sekarang saya akan membebaskannya."
"Kamu hanya akan membodohi dirimu sendiri Umar," katanya.
"Jika Anda berpikir bahwa Abd Manaf mengizinkan Anda pergi ke bumi untuk mengakhiri hidup Muhammad, yang terbaik adalah kembali ke keluarga Anda dan menyelesaikan masalah mereka." Umar pulang bertanya-tanya apa yang terjadi pada keluarganya.
Nu'aim menjawab, "Kakak ipar, keponakan laki-laki bernama Sa'id dan adik perempuan Anda mengikuti agama baru yang dibawa Muhammad. Karena itu, lebih baik menghubungi mereka lagi." Umar bergegas ke rumah kakak iparnya, tempat Khabba membaca Surah Taha dari selembar tulisan Alquran.
Saat mereka dengar suara Umar, Khabba lari masuk ke kamar kecil, sedang Fatima mengambil kertas kulit yang bertuliskan al-Quran dan diletakkan di bawah pahanya...Kemarahan Umar semakin membara begitu mendengar saudara-saudaranya masuk Islam. Keinginan membunuh orang yang beberapa saat sebelum itu la tuju semakin menjadi jadi. Masalah utama dalam cerita ini berkaitan dengan kulit kertas bertulisan al-Quran.
Menurut Ibn Abbas, ayat-ayat yang diturunkan di Mekah terekam dalam bentuk tulisan sejak dari sana, seperti dapat dilihat dalam ucapan az-Zuhri. Abdullah bin Sa'd bin 'Abi asSarh, seorang yang terlibat dalam penulisan al-Quran sewaktu dalam periode ini, dituduh oleh beberapa kalangan sebagai pemalsu ayat-ayat al-Quran (suatu tuduhan yang seperti telah saya jelaskan sama sekali tak berdasar).
Orang lain sebagai penulis resmi adalah Khalid bin Sa'id bin al-As di mana ia menjelaskan, "Saya orang pertama yang menulis 'Bismillah ar-Rahman arRahim' (Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).
Al-Kattani mencatat peristiwa ini: Sewaktu Rafi` bin Malik al-Ansari menghadiri baiah al-'Aqaba, Nabi Muhammad menyerahkan semua ayat-ayat yang diturunkan pada dasawarsa sebelumnya. Ketika kembali ke Madinah, Rafi` mengumpulkan semua anggota sukunya dan membacakan di depan mereka.
Sedangkan penulisan pada periode Madinah, ada banyak nama yang terlibat, lebih kurang enam puluh lima sahabat yang ditugaskan oleh Nabi Muhammad bertindak sebagai penulis wahyu. Mereka adalah Abban bin Sa'id, Abu Umama, Abu Ayyub al-Ansari, Abu Bakr as-Siddiq, Abu Hudhaifa, Abu Sufyan, Abu Salama, Abu 'Abbas, Ubayy bin Ka'b, al-Arqam, Usaid bin al-Hudair, Aus, Buraida, Bashir, Thabit bin Qais, Ja` far bin Abi Talib, Jahm bin Sa'd, Suhaim, Hatib, Hudhaifa, Husain, Hanzala, Huwaitib, Khalid bin Sa'id, Khalid bin al-Walid, az-Zubair bin al-Awwam, Zubair bin Arqam, Zaid bin Thabit, Sa'd bin ar-Rabi`, Sa'd bin Ubada, Sa'id bin Sa`id, Shurahbil bin Hasna, Talha, Amir bin Fuhaira, Abbas, Abdullah bin al-Arqam, Abdullah bin Abi Bakr, Abdullah bin Rawaha, Abdullah bin Zaid, Abdullah bin Sa'd, Abdullah bin Abdullah, Abdullah bin Amr, Uthman bin Affan, Uqba, alAla bin Uqba, All bin Abi Talib, Umar bin al-Khattab, Amr bin al-'As, Muhammad bin Maslama, Mu'adh bin Jabal, Mu'awiya, Ma'n bin Adi, Mu'aqib bin Mughira, Mundhir, Muhajir, dan Yazid bin Abi Sufyan.
Nabi Muhammad saw mendiktekan aI-Quran saat wahyu turun, secara rutin memanggil para penulis yang ditugaskan agar mencatat ayat itu. Zaid bin Thabit menceritakan sebagai ganti atau mewakili peranan dalam Nabi Muhammad, la sering kali dipanggil diberi tugas penulisan saat wahyu turun. Sewaktu ayat al-jihad turun, Nabi Muhammad memanggil Zaid bin Thabit membawa tinta dan alat tulis dan kemudian mendiktekannya.
Amr bin Um-Maktum al-A'ma duduk menanyakan kepada Nabi Muhammad, "Bagaimana tentang saya? Karena saya sebagai orang yang buta." Dan kemudian turun ayat, "ghair uli al-darar" (bagi orangorang yang bukan catat). Tampaknya tak ada bukti pengecekan ulang setelah mendiktekan. Saat tugas penulisan selesai, Zaid membaca ulang di depan Nabi Muhammad agar yakin tak ada sisipan kata lain yang masuk ke dalam teks.
Tradisi Penulisan al-Quran di Kalangan Sahabat; Praktik yang biasa berlaku di kalangan para sahabat tentang penulisan al-Quran, menyebabkan Nabi Muhammad melarang orang-orang menulis sesuatu darinya kecuali al-Quran, "dan siapa yang telah menulis sesuatu dariku selain al-Quran, maka la harus menghapusnya." Beliau ingin agar al-Quran dan hadis tidak ditulis pada halaman kertas yang sama agar tidak terjadi campur aduk serta kekeliruan.
Sebenarnya bagi mereka yang tak dapat menulis selalu hadir juga di masjid memegang kertas kulit dan minta orang lain secara suka rela mau menuliskan ayat al-Quran Berdasarkan kebiasaan Nabi Muhammad memanggil juru tulis ayat-ayat yang baru turun, kita dapat menarik anggapan bahwa pada masa kehidupan beliau seluruh al-Quran sudah tersedia dalam bentuk tulisan. Diakui secara umum bahwa susunan ayat dan surah dalam al-Quran memiliki keunikan yang luar biasa.
Susunannya tidak secara urutan saat wahyu diturunkan dan subjek bahasan. Rahasianya hanya Allah Y
ang Maha Tahu, karena Dia sebagai pemilik kitab tersebut. Jika seseorang akan bertindak sebagai editor menyusun kembali kata-kata buku orang lain misalnya, mengubah urutan kalimat akan mudah memengaruhi seluruh isinya. Hasil akhir tidak dapat diberikan pada pengarang karena hanya sang pencipta yang berhak mengubah kata-kata dan materi guna menjaga hak-haknya.
Kitab al-Quran mencakup surah-surah panjang dan yang terpendek terdiri atas 3 ayat, sedangkan paling panjang 286 ayat. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad memberi instruksi kepada para penulis tentang letak ayat pada setiap surah.
Usman menjelaskan baik wahyu itu mencakup ayat panjang maupun satu ayat terpisah, Nabi Muhammad selalu memanggil penulisnya clan berkata, "Letakkan ayat-ayat tersebut ke dalam surah sepetrti yang beliau sebut."Zaid bin Thabit menegaskan, "Kami akan kumpulkan al-Quran di depan Nabi Muhammad." Menurut `Uthman bin Abi al-'As, Malaikat Jibril menemui Nabi Muhammad memberi perintah akan penempatan ayat tertentu. Ubbay bin Ka'b menjelaskan, "Kadang-kadang permulaan surah itu diwahyukan pada Nabi Muhammad, kemudian saya menuliskannya, dan wahyu yang lain turun pada beliau lalu berkata, "Ubbay! Tulislah ini dalam surah yang menyebut ini dan itu.
Pada kesempatan lain wahyu diturunkan kepadanya dan saya menunggu perintah untuk diberikan sampai dia memberi tahu saya tempat yang tepat dari sebuah ayat. (baca: susunan ayat al-Quran ) Zaid bin Tsabit memberi penjelasan, "Sewaktu kami bersama Nabi Muhammad mengumpulkan al-Qur'an kertas kulit beliau berkata," Mudah-mudahan Sham mendapat berkah ". Kemudian beliau ditanya, 'Mengapa demikian wahai Nabi Allah? Dia menjawab, Karena para malaikat Yang Mahatinggi telah membentangkan sayap mereka kepadanya. " Dalam hadits ini kami mencatat bahwa Nabi Muharnmad selalu mengawasi pengumpulan dan pengaturan ayat-ayat Alquran
Referensi Makalah®
* Berbagai Sumber